AJMI nilai pilkada di Aceh Utara bermasalah dan rugikan masyarakat

AJMI nilai pilkada di Aceh Utara bermasalah dan rugikan masyarakat
Ilustrasi - Pilkada 2017.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) menilai bahwa pelaksanaan pilkada di Kabupaten Aceh Utara bermasalah dan telah merugikan masyarakat. Serta juga merugikan pasangan calon karena tidak mendapatkan akses informasi terhadap hasil perhitungan suara dari semua tempat pemugutan suara (TPS).

“Mestinya harus diumumkan oleh KIP Aceh Utara menggunakan lampiran model C1-KWK dengan cara menempelkan pada sarana pengumuman di desa yang dapat dikses oleh publik. Tetapi amanah pasal 4 ayat 1 huruf a PKPU nomor 15 tahun 2016 tersebut tidak dijalankan oleh KIP Aceh Utara,” kata Direktur AJMI, Agusta Mukhtar dalam rilis kepada Kanalaceh.com, Jumat (24/2).

Padahal, lanjutnya, dengan tidak dilakukannya pengumuman salinan C1-KWK tersebut maka pasangan calon akan sulit melakukan perbandingan hasil yang diperoleh.

“Sangat jelas disebutkan dalam pasal tersebut bahwa itu merupakan kewajiban dari si penyelenggara dan ini jelas melanggar PKPU nomor 15 tahun 2016,” jelas Agusta.

Disisi lain, menurutnya, dalam kasus ini dia melihat bahwa Panwaslu juga telah melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) nomor 6 tahun 2012 tentang Pengawasan Pemungutan dan Perhitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

“Pelanggaran tersebut terjadi karena pihak Panwaslu dan Panwaslih Aceh Utara tidak melakukan pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh KIP Aceh Utara. Padahal dalam pasal 2 ayat 2 Perbawaslu disebutkan bahwa pelaksanaan pengawasan pemungutan dan perhitungan suara didasarkan pada keterpenuhan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil oleh penyelenggara Pemilu dalam penyelenggaraan pemungutan dan perhitungan suara di TPS,” katanya.

Menurut Agusta, dalam Perbawaslu tersebut jelas disebutkan dalam pasal 20 huruf c bahwa Pengawas Pemilu Lapangan juga harus memastikan bahwa Salinan formulir C1-KWK ditempelkan di tempat umum, selain itu, dalam dalam pasal 6 huruf  f Perbawaslu RI Nomor 6 Tahun 2012 juga menyebutkan fokus dari pengawasan salah satunya adalah adanya kemungkinan terjadinya manipulasi terhadap proses serta hasil penghitungan suara juga bisa saja terjadi.

“Nah, dengan tidak ditempelkannya salinan formulir C1-KWK di desa dan pihak Panwaslu tidak merespon hal tersebut, maka asas keadilan oleh penyelenggara pemilu tidak terpenuhi,” ujarnya.

Melihat pola pelanggaran tersebut, sambungnya, dimana penyelenggara dan pengawas Pilkada di Aceh Utara diduga secara bersama-sama telah melakukan pelanggaran dan pengabaian terhadap aturan pelaksanaan dan pengawasan Pilkada di Aceh Utara.

Maka, lanjut Agusta, hasil dari pilkada yang telah diplenokan ditingkat kabupaten tersebut juga diduga tidak lagi memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

“Dengan kata lain, pilkada di Aceh Utara sudah tidak mempunyai legalitas hukum dan hasilnya pun dinilai cacat secara hukum,” demikian Agusta Mukhtar. [Aidil/rel]

Related posts