Mendikbud sebut banyak terjadi praktik ketidakjujuran UN

Ombudsman: Waspadai Potensi Pungli di Ujian Nasional
ilustrasi. (kompasiana)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menuturkan banyak praktik ketidakjujuran dalam pelaksanaan ujian nasional (UN). Untuk menyikapi hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemekdikbud) menanda tangani nota kesepahaman (MoU) dengan Ombudsman RI.

“Banyak praktik ketidakjujuran dalam UN. Walaupun sudah tak tentukan kelulusan,” kata dia di Kantor Kemendikbud Senayan Jakarta, Senin (27/2).

MoU ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang prima pada masyarakat. “Untuk nota kesepahaman meliputi koordinasi penanganan pengaduan masyarakat, mencegah mal praktik administrasi, tukar nenukar info data pelayanan publik,” jelasnya.

Mendikbud berujar, terdapat permohonan spesifik terhadap Ombudsman RI untuk penyelenggaraan UNBK. Khususnya untuk memberikan pengawasan, pengendalian dan kontrol agar pelaksanaan UN bisa berjalan sesuai yang diharapkan. “Ambisi kami mulai tahun ini, pelaksanaan UN bisa betul-betul bersih dari kecurangan,” ujar dia.

Ia menyebut integritas sekolah dan daerah atas hasil UN sudah tidak bisa menjadi patokan prestasi dalam sektor pendidikan. Alasannya, banyak daerah dan sekolah yang banyak melakukan praktik curang, baik yang dilakukan guru dan oknum lainnya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai menyebut, pihaknya menempatkan Kemendikbud pada peringkat ke sembilan dengan skor 93,01 persen atas kepatuhan dalam pelayanan publik. Ia menjabarkan, pada 2016 terdapat 794 laporan tentang Kemendikbud.

Dari jumlah itu, keluhan publik terkait penggunaan berlarut artinya  pelayanan publik berlarut-larut waktunya. Sementara itu, sebanyak 29,8 persen bekaitan dengan permintaan imbalan, 20,4 peren penyimpangan prosedur, 13,5 persen penyelahgunaan wewenang.

Secara nasional yang langsung menyatakan permintaan imbalan atau pungli sekitar tujuh persen. “Bagi kami MoU ini penting. Koordinasi lebih mudah, karena tak selalu semua persoalan harus baca membaca surat,” jelasnya. [Republika]

Related posts