Revisi KEK Arun diperjuangkan mahasiswa seluruh Indonesia

Di depan Pengusaha Turki, Irwandi tawarkan 4 peluang investasi di Aceh
Ilustrasi - KEK Arun Lhokseumawe. (Net)

Cirebon (KANALACEH.COM) – BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) mengadakan rapat kerja Nasional (Rakernas) ke X di Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon, Jawa Barat pada 20 April hingga 24 April 2017.

Acara yang bertemakan “Optimalisasi Peran Pemuda dalam Membangun Bangsa” ini membahas beberapa isu mulai dari tingkat daerah hingga nasional.

Mahasiswa dari Aceh diikuti oleh Ketua BEM Unimal Muslem Hamidi, Maimun dan Abdul Fatan (Unimal), Dedy Safriady dan M Mulziatuddin (Unsyiah),  Agus Riyanda (Poltekes Kemenkes Aceh), Muksalmina (IAIN Cot Kala Langsa), serta Suryadi dan Dahlan (STAIN Gajah Putih).

Pada pertemuan tersebut delegasi mahasiswa dari Aceh ini mengusulkan agar persoalan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe diperjuangkan oleh seluruh mahasiswa Indonesia.

Maimun mahasiswa dari Unimal menerangkan bahwa pada Rakernas BEM SI tersebut telah disepakati isu revisi KEK Arun Lhokseumawe merupakan salah satu isu yang akan diperjuangan secara serentak oleh mahasiswa seluruh Indonesia.

Dikatakan Maimun, menyebutkan bahwa Koordinator Pusat BEM SI sudah menerima usulan tersebut dan akan dimulai eskalasi dari kampus masing-masing kemudian aksi bersama pada 20 Mei 2017 mendatang.

“Kita akan terus mengawal isu ini dan mengajak semua mahasiswa khususnya yang ada di Aceh untuk sama-sama memperjuang kan revisi PP nomor 5 tahun 2017 ini,” ungkapnya.

Sementara Dedy Safriady menjelaskan, sebagai daerah khusus yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016, seharusnya Aceh memiliki kedaulatan penuh dalam pengelolaan kawasan industri strategis yang ada di wilayahnya.

“Penguatan posisi Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan kawasan industri strategis bukan semata-mata permasalahan Aceh saja,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kanalaceh.com, Selasa (25/4).

Menurutnya, PP Nomor 5 Tahun 2017 tentang KEK Arun Lhokseumawe yang tidak didasarkan pada pengusulan Pemerintah Aceh telah melemahkan posisi Pemerintah Aceh.

“Pemerintah Aceh yang peraturan daerahnya telah diatur secara khusus secara tersendiri masih tersandera intervensi Pemerintah Pusat melalui BUMN-BUMN-nya, konon lagi daerah-daerah lain yang tidak memiliki otonomi khusus,” kata Dedy.

Hal ini, sambung Dedy, tentu berseberangan dengan semangat otonomi daerah yang lebih kurang telah dicanangkan selama dua dekade terakhir. “Pemerintah Pusat tidak boleh surut, kemajuan Indonesia itu ada pada program desentralisasi kewenangan daerah yang terencana dan terstruktur,” jelas Dedy. [Aidil/rel]

Related posts