DPRA Tolak PP KEK Arun Lhokseumawe

DPRA Tolak PP KEK Arun Lhokseumawe
Anggota DPRA membacakan tuntutan mahasiswa, di Gedung DPRA, Rabu (26/4). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Anggota DPR Aceh sepakat apabila kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe dikelola oleh Pemerintah Aceh secara penuh. Kemudian menolak Peraturan Pemerintah Nomor 5/2017, dimana dalam PP tersebut KEK Arun dikelola oleh konsorsium BUMN.

Hal itu dikatakan oleh Anggota komisi I DPR Aceh, Bardan Sahidi dan Asib Amin dari Komisi III saat menjumpai mahasiswa yang menggelar aksi untuk menolak PP tersebut, di gedung DPR Aceh, Rabu (26/4).

Bardan Sahidi mengatakan, pihaknya juga mengecam dan menolak PP itu karena dinilai tidak berpihak kepada masyarakat Aceh. “Kami sepakat untuk menolak ini (PP 5/2017),”kata politisi PKS ini.

Penolakan itu, kata Bardan, harus disuarakan baik lewat parlemen maupun dari luar parlemen. Diluar parlemen, semua pihak baik itu legislatif maupun eksekutif harus bersinergi dengan pemerintah pusat.

Untuk itu, DPR Aceh akan menawarkan dua cara untuk menolak PP nomor 5/2017 tersebut. Yaitu dengan cara tidak melaksanakan peraturan itu dan eksekutif review ke Mahkamah Agung atau melakakun judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

“Silahkan dipilih, saya kira semua sudah paham tentang itu, “ujarnya.

Menurutnya, situasi KEK Arun Lhokseumawe sangat jauh berbeda dengan 20 tahun lalu. Bila dulu Arun Lhokseumawe sangat menghasilkan migas yang berlimpah, dan sekarang sudah berbeda. “Migasnya sudah kering, tanahnya sudah mulai keropos. Apakah kondisi Arun dulu dan sekarang sama?, ” ungkapnya.

Ia menambahkan, pihaknya mendesak agar pemerintah pusat mengembalikan hak masyarakat Aceh dalam pengelolaan KEK Arun Lhokseumawe.

Sebelumnya, Puluhan Mahasiswa Unsyiah menuntut pemerintah Aceh untuk menolak PP yang dinilai merugikan itu. Korlap aksi, Amirul Mukminin mengatakan, Pemerintah Aceh telah lalai dalam mengurusi kepentingan Aceh.

Dikatakannya, Aceh memiliki kekhususan dalam mengelola SDA. Seharusnya, kata dia, pemerintah pusat harus menghormati tersebut.

“Pengelolaan Sumber daya di Aceh harus dikelola oleh masyarakat Aceh sendiri sesuai dengan keinginan dari MoU Helsinki dan amanat UUPA, “katanya. [Randi]

Related posts