Hadapi bencana, Pemerintah Aceh harus gunakan paradigma baru

Hadapi bencana, Pemerintah Aceh harus gunakan paradigma baru
Ilustrasi - bencana longsor di Aceh. (Antara Foto)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Potensi bencana di wilayah Aceh masih tergolong tinggi untuk tahun-tahun mendatang. Menyikapi hal itu, Pemerintah Aceh mesti menggunakan paradigma baru menghadapi bencana.

Mengingat Aceh salah satu daerah yang memiliki potensi bencana yang bisa dikatakan sangat kompleks diantaranya, banjir, banjir bandang, longsor, gempa bumi, erupsi gunung api maupun tsunami.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Mitigasi Bencana dan Tanggap Darurat DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Aceh, RM Teguh Prawira Atmaja dalam siaran persnya kepada Kanalaceh.com, Selasa (2/5).

“Aceh ini memiliki bahaya bencana yang sangat kompleks jadi seharusnya Pemerintah Aceh mengubah paradigma dalam penanggulan bencana dari paradigma lama menjadi paradigma baru. Dimana paradigma lama ini lebih menekankan penanganan pada saat dan setelah terjadinya bencana sedangkan paradigma baru dalam menangani bencana, mulai dari sebelum, sesaat, hingga sesudah terjadinya bencana,” ujarnya.

Teguh juga mengatakan, bencana itu sulit ditangani apabila Pemerintah Aceh masih menerapkan paradigma lama dalam menghadapi bencana, maka itu dapat merugikan Aceh dimana tidak akan mengurangi jumlah korban dan jumlah harta benda saat terjadi bencana.

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada 2017 prediksi bencana di Aceh masih akan didominasi bencana hidrometeorologi, meliputi banjir, tanah longsor, dan puting beliung.

“Bencana itu tidak bisa dihilangkan namun bencana itu dapat diminimalisirkan melalui upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Kalau Pemerintah Aceh masih menerapkan paradigma lama maka itu sama saja kita tidak belajar dari peristiwa Tsunami yang terjadi 13 tahun lalu dan itu akan membuat Aceh itu rugi karena tidak belajar dari pengalaman tersebut,” kata Teguh.

“Pembangunan escape building, pemasangan early warning system dan jalur evakuasi belum cukup untuk program mitigasi bencana di Aceh, pemerintah juga harus melibatkan masyarakat karena dengan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap bencana itu akan menciptakan masyarakat Aceh yang tanggap dan mengurangi risiko bencana,” tambahnya.

Selain itu, mahasiswa Ilmu Magister Kebencanaan ini juga mengatakan pentingnya untuk kembali mengangkat kearifan lokal atau local wisdom yang ada di Aceh dimana dengan local wisdom ini dapat meningkatkan kesadaran akan bahaya atau ancaman dan kesiap-siagaan menghadapi bencana maupun meningkatkan pengetahuan akan hal-hal peringatan dan prediksi akan bencana tersebut.

“Kita harus mengangkat kembali kearifan lokal atau local wisdom yang ada di Aceh. Contoh kearifan lokal yang masih ada saat ini seperti smong. Ie Beuna istilah lain dari tsunami itu sudah ada sejak dahulu, mungkin banyak yang tidak tahu bahwa dimasa lalu sudah pernah ada tsunami di Aceh,” pungkasnya.

Bila kearifan lokal Aceh yang ditopang oleh program mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dapat diterapkan dengan terencana. Maka, sambung Teguh, ini sama halnya semua unsur baik pemerintah maupun masyarakat tanpa sadari telah ikut bersama-sama melindungi diri dan menjaga alam Aceh. [Aidil/rel]

Related posts