Respons Internasional pada vonis Ahok dinilai berlebihan

Ali Taher: Pernyataan Ahok tak memiliki moral kebangsaan
Ahok dalam persidangan. (suara.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Peneliti sosial-politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai respons dunia internasional terhadap pemberitaan perkara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berlebihan. Ahok yang divonis bersalah dalam kasus penodaan agama diberitakan oleh beberapa media luar negeri.

“Respons dunia internasional, menurut saya, berlebihan atas persoalan ini. Di Jakarta tidak ada intoleransi,” kata Ubedilah dalam acara Talkshow Polemik Sindotrijaya Network dengan tema “Dramaturgi Ahok” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/5).

Menurut dia, di Jakarta tidak ada tetangga yang intoleran. Ubedillah menuturkan ada tanggung jawab politik dalam gejolak ini. Dia pun meminta Presiden dan Wakil Presiden memulihkan situasi agar tidak menimbulkan gejolak sosial.

Pengamat hukum dan mantan anggota Komisi Kejaksaan, Kaspodin Noor, mengatakan bangsa Indonesia tidak suka dengan perpecahan. Dia pun meminta perkara Ahok harus dipandang dengan kacamata hukum. “Harus dengan kacamata yang bening,” ujarnya. “Sebaiknya kita serahkan perkara ini kepada pengadilan, sesuai kedaulatan kita.”

Sebelumnya, kelompok Amnesty International mengecam vonis penjara 2 tahun yang diberikan hakim kepada Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Selasa, 9 Mei 2017. Mereka menilai pidato Ahok yang menyinggung Surat Al Maidah ayat 51 akhir September 2017 telah dimanipulasi untuk tujuan politik dalam pemilihan kepala daerah lalu.

“Vonis bersalah dan pemenjaraan terhadap Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama justru akan menodai reputasi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang toleran,” kata Champa Patel, Direktur Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International.

Dewan HAM PBB di Asia juga sempat berkomentar mengenai vonis untuk Ahok. “Kami prihatin atas hukuman penjara yang dijatuhkan kepada Gubernur Jakarta (Ahok) atas dugaan penistaan terhadap Islam. Kami meminta Indonesia meninjau ulang hukum mengenai penistaan tersebut,” begitu yang tertulis dalam akun Twitter resminya, @OHCHRAsia, Selasa kemarin. [Tempo]

Related posts