Pengungkapan rekonsiliasi pasca konflik di Aceh diminta pertimbangkan aspek gender

Pengungkapan rekonsiliasi pasca konflik di Aceh diminta pertimbangkan aspek gender
Ketua KKR Aceh Afridal Darmi. (Klikkabar)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komnas Perempuan bersama Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasai (KKR) Aceh mendorong agar mekanisme pengungkapan kebenaran, reparasi dan perlindungan, serta rekonsiliasi pasca konflik bersenjata di Aceh mempertimbangkan aspek gender dan kebutuhan perempuan korban.

“Hal ini dalam rangka mengupayakan langkah-langkah pemenuhan hak perempuan korban kekerasan pada saat konflik berlangsung,” kata Ketua KKR Aceh Afridal Darmi dalam siaran pers, Rabu (23/8).

Afridal mengatakan, langkah kerjasama dengan Komnas Perempuan ini diharapkan menjadi dukungan pada kerja-kerja KKR.

Tugas-tugas KKR antara lain meliputi membangun mekanisme perlindungan saksi dan korban bagi perempuan korban kekerasan seksual, dukungan data dan dokumentasi terkait kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Aceh saat konflik serta memperkuat jejaring kerja di tingkat nasional.

Untuk tahun pertama masa kerjanya, KKR Aceh telah menetapkan sejumlah target, di antaranya mengembangkan berbagai mekanisme serta protokol sebagai instrumen kerja, melakukan pengambilan kesaksian dari 500 korban maupun keluarganya, menyelenggarakan satu kali public hearing, serta sejumlah kerjasama yang perlu dibangun dengan berbagai pihak, kelompok masyarakat dan lembaga negara. Seluruh target tersebut merupakan bagian dari tugas dan wewenang KKR Aceh sebagaimana amanat qanun.

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, baik Komnas Perempuan dan KKR Aceh juga mendorong agar pemerintah pusat untuk memberikan dukungan politik maupun anggaran kepada KKR.

Hal ini, kata dia, untuk mempercepat pengungkapan dan pemulihan para korban pelanggaran HAM yang terjadi selama konflik bersenjata di Aceh.

Kemudian, pemerintah dan DPR Aceh dinilai juga perlu menetapkan sejumlah kebijakan dan mengalokasikan anggaran untuk memastikan tugas dan kewenangan KKR Aceh.

“Supaya dijalankan sebagaimana mestinya agar manfaatnya bisa dirasakan para korban, terutama perempuan korban kekerasan seksual,” tututrnya.

Terakhir, ormas-ormas di Indonesia juga diminta mendukung dan mengawal proses pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi di Aceh. Hal ini agar memastikan tidak terjadinya impunitas bagi para pelaku pelanggaran berat HAM.

Seperti diketahui, KKR Aceh dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

KKR Aceh dibentuk untuk memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM selama konflik bersenjata di Aceh, melalui pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi.

Menindaklanjuti mandat tersebut, Pemerintah Aceh telah menerbitkan Qanun Nomor 17 tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Pasal 3 Qanun Nomor 17 tahun 2013 menyebutkan bahwa pembentukan KKR Aceh bertujuan untuk memperkuat perdamaian dengan mengungkapkan kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.

Guna menjalankan amanat qanun KKR Aceh, pada tanggal 24 Oktober 2016 Pemerintah Aceh telah melantik tujuh orang Komisioner yang akan bertugas menjalankan mandat qanun tersebut.

Sejumlah langkah telah dilakukan oleh komisioner KKR untuk memulai kerja-kerjanya dengan dukungan masyarakat sipil dan lembaga negara, baik di tingkat daerah maupun nasional. [Metrotvnews]

Related posts