Proyek strategis Abdya terancam bermasalah dengan hukum

Ilustrasi. (antara)

Blangpidie (KANALACEH.COM) – Pembangunan pasar modern di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) secara tiba-tiba dihentikan oleh Dinas Perumahan, Permukiman dan Lingkungan Hidup setempat, sehingga proyek strategis senilai Rp58 miliar itu terancam bermasalah dengan hukum.

Direktur PT Proteknika Jasapratama, Saud Henry P Sibrani di Blangpidie, Selasa mengemukakan, penghentian pekerjaan proyek multiyears yang masa kontraknya sedang berjalan itu dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melalui surat yang ditandatanganinya pada tanggal 14 Agustus 2017.

“Saya tidak mengetahui penyebabnya, di saat kami sedang bekerja mengejar ketertinggalan progres tiba-tiba datang surat pemberhentian pekerjaan dari Dinas Perkim dan LH. Jadi, bagaimana kami selesaikan pekerjaannya, sementara surat pemberhentian pekerjaan belum dicabut,” ungkapnya seperti dilansir laman Antara.

Pembangunan pasar modern Abdya itu merupakan proyek multiyears tahun jamak 2016-2017 yang lokasinya terletak di Desa Keude Siblah, Blangpidie, dengan anggaran sekitar Rp58 miliar sumber Otonomi khusus (Otsus) yang dikerjakan oleh PT Proteknika Jasapratama.

Henry selaku kontraktor pelaksana menyampaikan pernyataan tersebut ketika dikonfirmasi wartawan saat menanyakan persoalan dan kendala di lapangan, karena progres kemajuan pekerjaan pasar modern hingga memasuki September 2017 masih tergolong rendah, yakni baru sekitar 27,3  persen.

“Kalau kemajuan pekerjaan sudah mencapai 27,3 persen, itu riil di lapangan dan belum terhitung dengan material yang sudah ada seperti rangka baja sudah lengkap. Jadi, kalau pengecoran lantai atas sudah selesai itu sudah hampir mencapai 50 persen kemajuannya,” tutur dia.

Henry berkata, selama 2016, pekerjaan pasar modern cukup banyak kendala di lapangan.  Kurang lebih enam bulan pekerja tidak bisa berkutat, sebab di saat proses pekerjaan berlangsung warga melakukan demo dan truck-truck pengangkut material dihentikan massa, sehingga pekerjaan menjadi terganggu.

Kendala lainnya, lanjut dia, ketika memasuki tahun 2017 ada penambahan dan pengurangan dinas di Kabupaten Abdya. Proyek pasar modern yang dulunya dipegang oleh Dinas Pekerjaan Umum beralih pada Dinas Perkim dan LH.

“Saat pergantian, kurang lebih tiga bulan kami tidak tau siapa induk semangnya. Ketika kami mengajukan surat, mereka berdalih belum dilantik dan belum memiliki SK hingga bulan April baru jelas dinasnya,” ujarnya.

Meskipun tidak ada kejelasan dinas, pihak rekanan waktu itu mengaku terus melanjutkan pekerjaan hingga mengajukan progres pada tanggal 30 Mei 2017 dengan harapan pihak Dinas Perkim mengeluarkan uang termin untuk kelancaran pekerjaan pembangunan proyek itu.

“Ternyata ketika saya hubungi,  PPK beralasan belum ada arahan dari atasannya sampai dengan sekarang. Dan surat saya itu hingga kini tidak ada penjelasan kenapa tidak dibayar. Jadi, saya merasa terzalimi,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Henry berharap Dinas Perkim khususnya PPK untuk segera mencarikan solusi dan mencairkan dana termin tersebut sekaligus melakukan penambahan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan proyek pasar modern itu.

“Jika tidak dicairkan juga bulan ini, berarti sudah ada yang tidak baik di dinas itu, dan lebih baik kita selesaikan saja persoalan ini di pengadilan. Saya akan melaporkan pada Kejaksaan dan kami sudah siap tentang itu,” ungkapnya.

Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Perkim dan LH Abdya, Musliadi membenarkan kalau pihaknya ada memberikan surat penghentian pekerjaan sementara pada pihak rekanan dengan tujuan proyek pembangunan pasar modern itu untuk dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana permintaan Kepala Dinas Perkim dan LH.

Kemudian, lanjut dia, setelah dikonsultasi dengan pihak BPK di Banda Aceh, ternyata menurut BPK, audit tidak bisa dilakukan karena proyek itu masih dalam tahap pekerjaan dan sudah disampaikan pada rekanan secara lisan untuk melanjutkan kembali pekerjaan.

“Kalau rekanan mempersolkan surat itu, mereka juga salah. Karena, sebelum saya katakan secara lisan, aktifitas pekerjaan tetap jalan seperti biasa. Tapi kalau mereka menghentikan pekerjaan itu saya akui karena kelalaian saya selaku PPK karena tidak menyurati kembali,” tuturnya.

Musliadi mengaku tidak pernah berniat untuk menghambat pekerjaan proyek itu, hanya saja progres termin yang diajukan pihak rekanan belum dapat dicairkan karena berkas yang diserahkan pada dinas belum memenuhi persyaratan untuk proses pencairan.

“Seharusnya rekanan mengerti, kami sudah memberikan kesempatan pada mereka untuk mengejar progres, tapi mereka lalai. Jadi, kalau kita lihat dari kemajuan pekerjaan sejak dulu sudah harus diputuskan kontrak. Mereka seharusnya mengerti kenapa tidak diberikan termin itu,” katanya.

Related posts