Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Lintas Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menilai Pemerintah Pusat telah menghianati kekhususan Aceh dengan mencabut pasal-pasal dalam UU Pemerintah Aceh terkait disahkannya UU Pemilu nomor 7 Tahun 2017.
Pencabutan ini bukan hanya yang pertama. Tetapi telah berulang kali dan terus mengikis pasal per pasal dalam UU Pemerintah Aceh yang lahir dari konsesensus politik antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Jika pencabutan ini terus berlanjut, kata Ketua Fraksi Partai Aceh di DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky, pihaknya akan melawan penghianatan yang telah membonsai UU pemerintah Aceh yang bagian dari marwah rakyat Aceh.
Ia menyarankan agar Pemerintah Pusat menelaah kembali pencabutan pasal dalam UU Pemerintah Aceh, agar tidak memperkeruh suasana politik. “Agar ketakutan-ketakutan sejarah yang lama terkait dengan pengingkaran perjanjian dan penghianatan terhadap Aceh tidak terus dilakukan oleh Pemerintah Pusat, kalau ini dibiarkan dan penghianatan itu tetap berlanjut, kita Aceh akan melawan penghianatan itu,” sebut Iskandar Usman Alfarlaky saat ditemui wartawan di media center DPR Aceh, di Banda Aceh, Aceh, Senin, (2/10).
Ia menyebutkan, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, dalam pasal 571 meniadakan pasal 57 dan 60 ayat 1, 2 dan 4 dalam UU Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006.
Keseluruhan yang disebutkan dalam pasal 571 huruf D itu berkaitan erat dengan penyelenggara pemilu di Aceh, yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP Aceh) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih), yang menurut pembentuk harus dicabut dan di sesuaikan dengan UU pemilu.
Hal ini juga akan berimbas ke sistem Pilkada di Aceh yang telah diatur dalam UU Pemerintah Aceh. Sehingga kehadiran UU Pemilu yang baru itu dinilai telah mengkebiri UU Pemerintah Aceh.
“Mereka (DPR RI dan Pemerintah Pusat) harus tau, rezim pilkada dan pemilu di Aceh telah diatur dalam UU Pemerintah Aceh. Tapi mereka mencabutnya apalagi tanpa ada konsultasi dengan DPR Aceh,” ujarnya.
Iskandar mengatakan, Pemerintah Pusat tidak pernah sadar bahwa Aceh punya kekhususan, punya UU yang semestinya di hormati oleh Pemerintah. Kata dia, ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Pusat tidak pernah paham dan membaca UU Pemerintah Aceh.
“Mereka harus paham dulu, ini Aceh, ada regulasi khusus. UU Pemerintah Aceh ini yang buatkan mereka (DPR RI dan Mendagri). Kenapa UU telah dibuat tapi mereka tidak mau baca UU itu,” cetus Iskandar Usman yang juga sebagai Ketua Fraksi Partai Aceh di DPR Aceh ini.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR Aceh, Zuriat Suparjo menyesalkan sikap Mendagri dan Pemerintah Pusat yang tidak terbuka dalam rancangan UU Pemilu yang telah berimbas ke pencabutan pasal dalam UU Pemerintah Aceh.
Suparjo berpendapat, tidak menutup kemungkinan pasal lainnya dalam UU Pemerintah Aceh akan dicabut bila ini tidak dipersoalkan. “Ketakutan kita kedepan, pencabutan ini terus berlanjut,” pungkasnya.
Dalam pertemuan itu, juga dihadiri Ketua Fraksi dari Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, Demokrat, Golkar, PPP, Nasdem, PKS dan Partai Aceh. Semua anggota Fraksi ini juga telah menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Pada sidang kedua besok, Selasa 3 Oktober 2017, lintas fraksi ini akan menghadiri dan mengawal persidangan dalam gugatan atas pencabutan pasal dalam UU Pemerintah Aceh. [Randi]