Kasus Asrama Ponco di Yogyakarta, Mahasiswa Aceh dinyatakan menang

Kasus Asrama Ponco di Yogyakarta, Mahasiswa Aceh dinyatakan menang
Dokumentasi - Mahasiswa Aceh di Yogyakarta menggelar aksi solidaritas terkait kasus Asrama Mahasiswa Aceh ‘Meuligoe Sultan Iskandar Muda’ di bundaran UGM Yogyakarta, Minggu (23/4). (ist)

 

Yogyakarta (KANALACEH.COM) – Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta mengabulkan permohonan banding sejumlah mahasiswa Aceh yang pernah tinggal di Asrama Mahasiswa Aceh ‘Meuligoe Sultan Iskandar Muda’, atau yang populer dengan sebutan “Asrama Ponco”.

Informasi itu disampaikan secara resmi oleh pihak pengadilan kepada tim pengacara yang mendampingi mahasiswa, pada Jumat (29/9).

Saat ini, putusan Pengadilan Tinggi Nomor 52/Pdt/2017/PT.YYK yang memuat hal tersebut sudah dipublikasikan dan dapat diakses secara luas melalui situs resmi Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Majelis Hakim PT Yogyakarta yang memeriksa perkara ini sependapat dengan pembanding sebagaimana dituangkan dalam memori banding yang sebelumnya telah dibuat dan disampaikan Tim Pengacara Pembanding (Mahasiswa Aceh).

“Mengadili, Dalam Pokok Perkara: Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta, tanggal 13 April 2017, Nomor 119/PDT.G/2016/PN.Yyk, yang dimohonkan banding tersebut. Menyatakan gugatan terbanding semula penggugat dinyatakan tidak dapat diterima,” demikian bunyi sebagian amar putusan PT tersebut.

Sebagai informasi, kasus ini melibatkan seseorang bernama Sutan Suryajaya sebagai penggugat, dan mahasiswa Aceh di Yogyakarta yang berjumlah 30 orang sebagai tergugat. Sedangkan Asrama Ponco diletakkan sebagai obyek sengketa.

Kasus ini pertama sekali berproses di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada tahun 2013 tapi sempat ditarik, dan kembali bergulir pada tahun 2015.

Setelah berlangsung beberapa bulan, melalui Putusan Nomor 119/PDT.G/2016/PN.Yyk, PN Yogyakarta mengabulkan sebagian gugatan penggugat. PN menyatakan penggugat adalah pemilik yang sah atas obyek gugatan dan sekaligus menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

PN juga menghukum para mahasiswa untuk mengosongkan bangunan. Para mahasiswa yang didampingi tim pengacara kemudian menempuh upaya hukum, berupa banding ke PT Yogyakarta.

Pada akhirnya, Putusan PN tersebut dibatalkan dan pembanding/tergugat (mahasiswa Aceh) dinyatakan menang oleh PT melalui putusan Nomor 52/Pdt/2017/PT.YYK tanggal 12 september 2017.

Problem hukum putusan PN dikoreksi PT Yogyakarta

Dalam proses berperkara di PT Yogyakarta, para mahasiswa didampingi oleh tiga pengacara yang merupakan putra Aceh yang berdomisili di Yogyakarta.

Para pengacara itu masing-masing bernama Zulfitri Adli SH, Sufriadi SH SHI MH, dan Bahrudin SH. Tim Pengacara merasa puas dan menyambut baik putusan PT Yogyakarta tersebut karena sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan.

“Sejak awal bergulir di Pengadilan Negeri Yogyakarta, kami sudah mendapati hal yang tidak beres dengan kasus ini, tapi ternyata gugatan penggugat saat itu justru dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Yogyakarta. Itulah sebabnya sejak putusan PN itu, kami sudah sangat yakin melakukan upaya hukum banding ke PT,” ujar pengacara Zulfitri Adli dalam rapat Tim Pengacara dengan mahasiswa Aceh, Sabtu (30/9) di Asrama Ponco, Yogyakarta.

Menurutnya, hal yang paling janggal dari pertimbangan putusan Majelis Hakim PN berkaitan dengan hak menggugat (legal standing) penggugat dan tidak dilibatkannya Pemerintah Aceh sebagai pihak yang bersengketa sehingga gugatan penggugat harusnya dinyatakan kurang pihak (plurium litis consortium).

“Penggugat tidak memiliki hak menggugat karena dasar yang digunakan adalah akta pengikatan jual beli, yang itu turut dikuatkan dengan Sertifikat HGB atas nama Innawati Jusuf sebagai penjual. Di sisi lain, Pemda Aceh justru tidak dilibatkan sebagai tergugat, padahal mahasiswa yang tinggal di Asrama Ponco ini secara tidak langsung adalah berdasar pada izin Pemda. Gugatan seperti ini lemah, dan tidak dibenarkan secara hukum,” ujar Zulfitri.

Pengacara lainnya, Sufriadi, turut menyampaikan apresiasinya terhadap putusan PT Yogyakarta tersebut. Meskipun, dia juga mengingatkan bahwa kasus ini belum berakhir sepenuhnya.

“Sengketa ini masih memungkinkan untuk berlanjut, apakah melalui upaya hukum kasasi, maupun upaya hukum lain seperti mengulang pengajuan gugatan ke PN. Begitupun, kita tetap siap dengan segala kemungkinan jika penggugat/terbanding menempuh upaya-upaya (hukum) itu,” kata dia.

Asrama Ponco ini, Sufriadi melanjutkan, memiliki sejarah panjang yang tidak terlepas dari keberadaan mahasiswa Aceh di Yogyakarta dan tentu saja Pemerintah Aceh sendiri.

“Maka, Pemerintah Aceh, mahasiswa dan masyarakat Aceh yang ada di Yogyakarta perlu berkoordinasi. Ini penting, bukan saja sebagai langkah ansipatif terhadap upaya hukum lainnya yang mungkin ditempuh penggugat/terbanding, tapi juga sebagai bentuk tanggungjawab Pemda,” ungkap pengacara yang berprofesi sebagai dosen ini.

Status Quo asrama dan keterlibatan Pemda Aceh

Berdasarkan putusan PT Yogyakarta ini, para mahasiswa Aceh yang masih menempati Asrama Ponco kini dapat sedikit bernafas lega. Pengacara Bahrudin SH menjelaskan, dengan bunyi amar putusan PT seperti itu, berarti saat ini status Asrama Ponco kembali seperti keadaan semula.

“Amar putusan PT Yogyakarta itu bermakna bahwa status obyek sengketa kembali seperti sedia kala sebelum adanya gugatan. Hal itu setidaknya berlangsung sampai adanya putusan pengadilan MA di tingkat kasasi yang mengoreksi PT,” jelasnya.

Bahrudin juga menegaskan keniscayaan keterlibatan Pemda Aceh dalam kasus ini. “Putusan PT Yogyakarta itu secara tidak langsung menegaskan Asrama Ponco berada di bawah penguasaan dan tanggungjawab Pemda Aceh. Mahasiswa yang tinggal di sini sejatinya hanya menempati saja, bukan menguasai. Jadi tidak bisa tidak, Pemda Aceh harus dilibatkan seperti bunyi pertimbangan putusan tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, para mahasiswa yang menempati Asrama Ponco yang sebagian menjadi tergugat dalam perkara ini mengakui kurangnya peran dari Pemda Aceh dalam perjalanan kasus ini sejak tahun 2013.

“Perjalanan perkara ini kita kawal dan kita upayakan secara swadaya dengan dibantu para alumni Aceh yang pernah studi di Yogyakarta. Kami sangat berterimakasih kepada para alumni atas dukungan yang diberikan, baik secara moril maupun materil,” ungkap Ketua Asrama Ponco, Agung Oky Perdana.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Taman Pelajar Aceh, Zulfan, mengungkapkan harapannya kepada Pemerintah Aceh yang baru saja dilantik untuk merespon kondisi terbaru ini.

“Kami dari organisasi TPA akan terus mencoba untuk berkoordinasi dengan Pemda Aceh yang baru ini dengan harapan semoga ada respon dan peran yang lebih baik dari Pemda sebelumnya. Ini persoalan sangat penting, karena menyangkut pendidikan para generasi penerus Aceh di Yogyakarta,” paparnya. [Aidil/rel]

Related posts