Pemerintah Aceh gelar rapat koordinasi pertanahan

Asisten II Setda Aceh, Zulkifli Hs menyampaikan sambutan saat membuka Rapat Koordinasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Se-Aceh di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Selasa, (4/10).

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Pemerintah Aceh menggelar rapat koordinasi pertanahan se Aceh tahun 2017 di gedung Serbaguna, Kantor Gubernur Aceh, Kamis (19/10).

Rapat dihadiri Asisten I Pemerintahan dan Keistimewaan Iskandar A Gani, Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Saiba Ibrahim dan Kepala Biro Tata Pemerintah Frans Delian. Rapat ini juga menghadirkan Arie Yuriwin, Dirjen Pengadaan Tanah Kementrian Argaria dan Tata Ruang.

Peserta rapat terdiri dari Kepala Dinas Pertanahan Aceh, jajaran SKPA terkait lainnya, serta Kepala Dinas yang membidangi masalah pertanahan di tingkat Kabupaten/kota se-Aceh.

Dalam sambutan Sekda Aceh yang dibacakan Iskandar A Gani menyampaikan, penyelenggaraan pengadaan tanah bagi kepentingan umum merupakan sebuah keharusan yang mesti disediakan guna mendukung proses pembangunan dan pengembangan kota sesuai tuntutan zaman.

“Meski demikian, pengadaan tanah ini tentunya harus memenuhi rasa keadilan masyarakat serta menjamin kepastian hukum bagi pihak yang terkait,” ujar Iskandar.

Iskandar melanjutkan, apabila pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tidak dilakukan secara benar, maka pembangunan infrastruktur bagi pengembangan wilayah tentu tidak dapat dilakukan.

Oleh karena itu, semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum harus memahami proses dan mekanisme pengadaan tanah agar senantiasa mengacu pada perundang-undangan yang berlaku.

“Masalah pertanahan ini penting menjadi pembahasan kita, sebab baru-baru ini telah terbit Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang mana, beberapa di antaranya terdapat di Aceh,” katanya.

Terkait pengadaan tanah, ada bebarapa hal yang disebut penting untuk didiskusikan bersama, antara lain terkait penyusunan dokumen perencanaan sebagaimana yang diwajibkan dalam pasal 3 ayat (1) Perpres 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Permasalahan yang masih saja terjadi adalah hampir semua dokumen perencanaan pengadaan tanah itu tidak dapat dilaksanakan sehingga tidak tepat waktu. Bahkan sampai waktu yang ditentukan, proses pengadaan tanah itu kerap tidak terpenuhi. Akibatnya, tahapan-tahapan pembangunan yang direncanakan tidak dapat berjalan sesuai harapan.”

Selain itu, terkait dengan penganggaran, sebagaimana amanat Peraturan Mendagri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, anggarannya berasal dari APBK, sedangkan biaya operasional dan biaya pendukung penyelenggaraan tanah itu, sebagaimana ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013 bersumber dari APBN.

“Dua aturan ini harusnya menjadi rujukan dalam setiap pengadaan dan penyelenggaraan masalah tanah di daerah kita. Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten/kota dituntut lebih aktif dalam penyediaan tanah bagi pembangunan ini.

“Ketiga, masih kerapnya muncul masalah penganggaran pengadaan tanah ini, dimana semangat pembangunan yang ingin dilaksanakan tidak diikuti dengan pengganggaran yang memadai. Instansi yang memerlukan tanah bahkan terkadang tidak menganggarkan program ini dalam programnya.”

Akibatnya, tahapan pengadaan tanah menimbulkan ketidakjelasan sehingga rencana pembangunan hanya ada di atas kertas, tanpa dapat direalisasikan.

Sementara itu, Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian Argaria dan Tata Ruang, Arie Yuriwin, dalam rapat tersebut memberikan penjelasan panjang lebar terkait sejumlah pertanyaan dan masukan dari peserta rapat.

Saat diwawancarai seusai berlangsungnya rapat, Arie mengatakan semua persoalan pembebasan tanah pada proyek strategis nasional di Aceh harus diselesaikan bersama. Arie juga meminta dilakukannya koordinasi komunikasi yang baik antara semua pihak baik di daerah maupun pusat untuk menemukan penyelesaian terkait persoalan pertananahan pada proyek strategis nasional.

“Tanpa ada koordinasi komunikasi, tidak akan selesai. Tetapi kita harus duduk sama-sama, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk percepatan,” ujar Arie. [Randi/rel]

Related posts