Afis, anak yatim asal Pidie pengidap kelainan hati dan gizi buruk

Afis, anak yatim asal Pidie pengidap kelainan hati dan gizi buruk
Afis Munanzar (12) yang mengidap penyakit kelainan hati dan gizi buruk dirawat di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. (Kanal Aceh/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Tatapan matanya kosong. Sesekali menarik nafas panjang seakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Tubuhnya tampak begitu kurus lesu tak berdaya. Sudah hampir sebulan bocah 12 tahun itu berbaring di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh.

Ia adalah Afis Munanzar berasal dari Gampong Rambong Meunasah Ugadeng, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie. Kata dokter ia didiagnoasa mengindap penyakit kelainan hati. Selain itu gizi buruk juga menggerogoti tubuhnya.

Bola mata yang kian hari mulai menguning bukan alasan untuk Afis tidak mengeluarkan air mata setelah bertemu ibunya sejak seminggu yang lalu setelah tujuh tahun berpisah.

“Yang namanya hepatitis kan muncul kuning-kuning awalnya dan merasa lemas, nafsu makan pun berkurang,” kata ibu kandung Afis, Lina Farsiyah (43) saat ditemui di ruang Arafah 1, RSUZA, Sabtu (21/10) malam.

Kata Lina, penyakit anaknya memang sudah ada sejak dari bayi, namun mulai mendadak timbul setelah 17 Agustus lalu yang akhirnya Afis harus dibawa dan diinfus ke rumah sakit.

Bahkan sebelum 17 Agustus itu, sambung Lina, Afis seperti biasa dapat bermain, sekolah dan juga mengaji. Lina baru menyadari sebab mulai parahnya penyakit yang diderita Afis karena kelelahan dan juga kurang pengontrolan apalagi ayahnya sudah meninggal sejak Afis berusia 2 tahun kala itu.

Awalnya Afis dibawa ke rumah sakit hanya ditemani kakak dan abangnya tanpa ditemani sang ibunda yang saat itu bekerja di Negeri Jiran, Malaysia. Saat ia merantau, Lina tak menyangka anaknya menderita penyakit separah ini.

“Semenjak umur dia 12 tahun ini bukan dulunya memang tidak nampak biarpun dokter bilang dia memang dari bayi belum menonjol sakitnya itu kan,” tambah Lina dengan berlinang Air mata.

Selama tujuh tahun di Malaysia mencari nafkah, Lina hanya berkerja sebagai pengupah di sebuah restoran dan hanya pas-pasan untuk mengirim kecukupan keluarganya di kampung. Baru seminggu lalu Lina kembali kembali ke Aceh dengan meminta izin di tempat ia kerja untuk mengambil cuti.

“Saya minta cuti sama bos saya karena untuk menengok anak. Sebab saya dapat kabar anak saya sudah parah bahkan sudah koma,” ujarnya seraya logat Malaysia yang tidak bisa Lina lepaskan lagi.

Apalagi ngaku dia, selama ini Afis tak bersamanya, ia dibesarkan oleh abang dan kakaknya saat Lina meranta. Dan perasaan ia di sana sudah tidak enak lagi.

“Hati saya selalu teringat apalagi saya tidak pernah mengurusinya sejak dari kecil. Kakaknya yang pelihara selama bekerja di sana hanya pas-passan membiayainya,” ungkapnya sambil mengelus kepala Afis yang berbaring di ranjang Rumah sakit.

Namun Afis yang saat ini duduk dibangku kelas 6 Sekolah Dasar (SD) harus berjuang dengan penyakit yang ia derita. Begitu juga harus berpisah dengan ibunya yang beda negara.

“Cari rezeki ada tahap-tahapnya dan semua saya kirim ke kampung, kebetulan ada saudara yang membantu saya hingga bisa balik kesini menjenguk anak saya,” katanya.

Walaupun berpisah, Afis harus tinggal bersama kakak dan abangnya komunikasi Lina dengan keluarga di kampung tidak pernah putus. “Sebab kita bukan bekerja yang jam yang rutin. Kapan saja bisa komunikasi, pekerjaan saya hanya lakukan 10 hingga 12 jam perhari,” sebutnya.

Afis bocah 12 tahun anak kelima dari 5 bersaudara itu kian kuat menahan cobaan, saat umur 2 tahun ia menjadi anak yatim karena ayahnya meninggal. Di umur 4 tahun ibunya berangkat merantau.

Menurut dokter, buah hati Lina itu baru mengalami gejala kanker tapi hatinya sudah kuncup dan tidak berkembang lagi. Walaupun selama ini kondisi Afis menurun dratis lina hanya pasrah dan berdoa pada yang Allah SWT.

“Kalau dia makan dengan rutin mudah-mudah dengan mukjizat dari Allah dia akan sembuh. Semoga di luar sana ada banyak doa untuk dia semoga anak saya cepat sembuh seperti semula, sebelumn dia sembuh saya tetap bersamanya,” harap Lina sambil mengelus dadanya. [Fahzian Aldevan]

Related posts