Beasiswa mahasiswa Aceh di Mesir terancam dicabut

Beasiswa mahasiswa Aceh di Mesir terancam dicabut
Zikrillah Syahrul, mahasiswa asal Aceh Utara, yang sedang menempuh studi magister di Jamiah Dual Arabi University Mesir. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Zikrillah Syahrul, mahasiswa asal Aceh Utara, yang sedang menempuh studi magister di Jamiah Dual Arabi University Mesir, terancam dicabut beasiswanya oleh Pemerintah Aceh melalui Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh. Pencabutan beasiswa ini akibat dari kesalahan pemberitaan media terhadapnya.

Pemberitaan tersebut menyangkut peristiwa deportasi dirinya dari Mesir ke Aceh pada Selasa, 2 Januari 2018. Dalam sejumlah pemberitaan di media lokal, nasional, dan Internasional, disebutkan bahwa Zikrillah dideportasi karena menyelundupkan senjata tajam ke Mesir.

Namun, kejadian yang dialami Zikrillah sangat berbeda dengan apa yang diberitakan oleh media. Awal mulanya, pada 29 Desember 2017, Zikrillah berangkat ke Kairo, Mesir.

Tiba di Bandara Kairo, ia ditahan petugas Badan Otoritas Bandara Kairo kerena ketahuan membawa mastercard knife (pisau lipat kecil) sebanyak 19 unit.

Zikrillah kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Heliopolis, Kairo. Ia dikenakan pasal penyelundupan barang terlarang ke wilayah Mesir. Dalam pengadilan, ia tidak terbukti melakukan tuduhan tersebut.

Karena selama persidangan, Zikrillah mengatakan pisau lipat itu milik Fahri, mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar. Fahri menitipkan pisau lipat yang dibelinya di Surabaya, itu kepada Zikrillah.

Kebetulan Zikrillah akan berangkat ke Kairo. KBRI Kairo juga telah memanggil Fahri dan dia membenarkan kepemilikan pisau lipat itu miliknya. Kepada KBRI, Fahri berjanji tidak mengulanginya.

Setelah menempuh jalur pengadilan dan tidak terbukti bersalah, Zikrillah dinyatakan bebas. Ternyata masa izin tinggal Zikrillah di Mesir juga telah habis. Sehingga Zikrillah tetap tidak diperbolehkan memasuki Mesir. Dia harus memperpanjang masa tinggalnya di Mesir, baru diperbolehkan masuk ke negara tersebut.

Untuk memperpanjang izin tinggal di Mesir, Zikrillah sebenarnya tidak perlu pulang ke Indonesia. Dikarenakan proses pengurusan visa di Mesir terkenal lama dan membutuhkan waktu sekitar sebulan, Zikrillah memilih pulang kampung sembari membesuk keluarganya. Setelah itu, dia pun memilih untuk dideportasi ke Indonesia.

Usai dideportasi, ia diperbolehkan kembali ke Mesir setelah mengajukan permohonan tinggal di Mesir seperti mahasiswa-mahasiswa lainnya. Namun, pemberitaan di media malah sebaliknya. Banyak media menganggap bahwa dia dideportasi dengan tuduhan menyelundupkan benda tajam.

Alumni Pendidikan Bahasa Arab, UIN-Ar-Raniry Banda Aceh ini, menilai pemberitaan media kepadanya seperti upaya pembunuhan karakter. Sehingga, beasiswanya pun ikut terancam dicabut oleh LPSDM.

“Saya sangat kecewa terhadap ketergesa-gesaan awak media dalam memuat berita, baik media cetak maupun online. Karena tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu kepada saya terkait kasus tersebut, mereka telah mencemarkan nama baik saya,” kata Zikrillah, Selasa (9/1).

“Tak benar bahwa saya dideportasi karena saya menyelundupkan senjata tajam. Berita yang memuat saya dideportasi karena senjata tajam sudah merugikan nama baik saya dan mahasiswa Aceh yang sedang kuliah di Mesir,” lanjutnya.

Rif’at Zaki, konsultan Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir, turut mendampingi Zikrillah bersama KBRI Kairo. Dia menyangkal tuduhan deportasi Zikrillah Syahrul karena menyelundupkan benda tajam ke Mesir.

“Pengadilan Mesir telah memutuskan Zikrillah tidak bersalah. Dia bebas dari segala tuduhan. Namun, musibahnya ia pun kehabisan visa setelah beberapa hari  melewati proses persidangan. Kita sangat menyayangkan media memuat berita yang kurang akurat yang merugikan korban dan mahasiswa Aceh secara umum yang sedang kuliah di Mesir,” kata Rif’at Zaki.

Padahal sebelum mendarat di Mesir, Zikrillah lebih dulu transit di Abu Dhabi. Tetapi, di sana tidak ada permasalahan terkait dengan pisau lipat yang ada di dalam bawaan beliau.

Selama proses persidangan berlangsung, zikrillah sudah menghabiskan uang sebanyak 8.000 Le atau setara Rp. 6 juta rupiah.

Zikrillah mengatakan, nominal uang yang telah habis selama proses tersebut bukan jumlah yang sedikit bagi mahasiswa yang sedang menempuh semester akhir. [Aidil/rel]

Related posts