Paham radikalisme masuk di kampus-kampus, bagaimana dengan di Aceh?

Paham radikalisme masuk di kampus-kampus, bagaimana dengan di Aceh?
Seminar publik bertemakan 'Resolusi Deradikalisasi pada Kalangan Pemuda dan Mahasiwa' di Warkop 3in1, Banda Aceh, Kamis (25/1). (Kanal Aceh/Aidil Saputra)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Parameter Research Center menggelar seminar publik bertemakan ‘Resolusi Deradikalisasi pada Kalangan Pemuda dan Mahasiwa’ di Warkop 3in1, Banda Aceh, Kamis (25/1).

Seminar publik yang dimoderatori oleh Jaka Rasyid (aktivis dan mantan wartawan Aceh) ini menghadirkan tiga pemateri, yaitu Kurniawan (FKPT Aceh), Effendi Hasan (akademisi Unsyiah), dan Faisal Qasim (mantan Ketua KAMMI Aceh).

Kurniawan dalam paparannya mengatakan bahwa di kampus-kampus di Indonesia sudah dimasuki pemahaman radikalisme. Itu dibuktikan dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan mahasiswa.

“Banyak berita-berita soal kekerasan di kampus-kampus. Ini (kekerasan) bisa dibilang radikalisme,” ujarnya.

Namun, lanjut Kurniawan, untuk di kampus-kampus di Aceh belum diketahui apakah pemahaman atau gerakan radikalisme sudah masuk atau belum.

“Belum ada penelitian soal ini untuk kampus-kampus di Aceh. Kalaupun ada mungkin belum parah. Tapi di beberapa kampus di luar Aceh sudah parah,” ujarnya.

Kurniawan menjelaskan pemahaman radikalisme di kampus bisa masuk melalui sudut pandang agama, primordialistik, dan aspek sosial-sosial budaya.

“Radikalisme masuk bukan melalui Rohis (Rohani Islam) seperti yang dikatakan BNPT. Radikalis tidak mengarah ke satu agama tertentu,” kata dia.

Sementara, Faisal Qasim menjelaskan, motif seseorang melakukan gerakan radikal adalah inginnya perubahan ideologi ataupun merubah keadaan politik suatu negara secara cepat tanpa melalui aturan-aturan pada umumnya.

Untuk mengetahui apakah organisasi kepemudaan ataupun mahasiswa bersifat radikal, Faisal menjelaskan bahwa bisa dilihat dari AD/ART yang dimiliki oleh organisasi.

“Bisa dilihat di AD/ARTnya, jelas disitu apa yang ingin dilakukan. Kalau ada kader-kadernya yang radikal bisa dikeluarkan,” jelas Faisal.

Kemudian, jika memang organisasi kepemudaan atau mahasiswa tersebut bebas dari gerakan radikal maka dapat merekrut orang sebanyak-banyaknya. “Agar orang-orang itu tidak terjerumus dalam gerakan radikal,” kata Faisal.

Upaya pencegahan radikalisme di kampus

Akademisi Unsyiah, Effendi Hasan menjelaskan, berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), paham radikalisme masuk di kampus melalui organisasi intra dan ekstra. Ada lima kampus di Indonesia yang terjadi peningkatan paham radikalisme, yaitu UGM, UI, IPB, UNDIP, dan UNAIR.

Untuk kampus-kampus di Aceh, Effendi tak bisa menjelaskan. Sebab, katanya, belum ada penelitian soal paham radikalisme di kampus-kampus di Aceh. “Tapi indikator-indikatornya terlihat. Kampus sangat rentan masuknya pemahaman radikalisme,” jelasnya.

Effendi mengatakan bahwa pihaknya akan meneliti apakah paham radikalisme sudah masuk di kampus-kampus di Aceh. Penelitian itu akan dilakukan di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), UIN Ar-Raniry, Universitas Malikussaleh, dan Universitas Gajah Putih.

“Penelitian ini untuk mengetahui, apakah paham radikal sudah masuk atau belum. Kami akan fokus pada organisasi luar kampusnya,” kata Effendi yang juga Dosen FISIP Unsyiah.

Guna mencegah pemahaman radikalisme masuk di kampus, Effendi menyebutkan beberapa upaya, yaitu diberikan pemahaman nilai-nilai agama, pemahaman nilai-nilai pancasila dan UUD, serta adanya mata kuliah deradikalisasi.

“Mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan sosial di masyarakat,” jelas Effendi. [Aidil Saputra]

Related posts