Tata kelola tambang di Aceh dinilai belum baik

Workshop Review Pelaksanaan Moratorium Pertambangan di Aceh. (ist)

Banda Aceh  (KANALACEH.COM) – Tata kelola pertambangan di Aceh saat ini dinilai masih banyak bermasalah dan belum sesuai dengan harapan pelaksanaan Intruksi Gubernur (Ingub) Aceh tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang berlaku sejak 2014 hingga 2018.

Mengingat belum berjalannya tata kelola pertambangan di Aceh secara baik, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah diminta untuk segera memperpanjang Ingub moratorium yang sudah berakhir pada 15 Juni 2018 lalu.

Perpanjangan moratorium tersebut didorong oleh beberapa stakheholder masyarakat sipil saat mengikuti workshop review pelaksanaan moratorium pertambangan di Provinsi Aceh, Salasa (14/8) di hotel The Pade.

Selain dari unsur tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kegiatan ini juga turut dihadiri oleh akademisi, instansi pemerintahan seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh (DPMPTSP) Aceh, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta dari berbagai unsur lainnya.

Dalam kesempatan itu, Pemerhati Lingkungan, TM Zulfikar mengatakan selaku pihak yang terlibat aktif sejak awal proses sehingga terbitnya Ingub Moratorium pertambangan, dirinya menilai sejauh ini banyak persoalan yang belum selesai hingga saat ini dimana tata kelola pertambangan belum begitu baik dijalankan. Karena itu moratorium tersebut penting untuk dilanjutkan.

“Persoalannya belum selesai, tata kelola pertambangan belum bagus, makanya moratorium harus dilanjutkan dan kita harus sampaikan kepada Plt Gubernur,” kata mantan Direktur Walhi Aceh itu.

Disisi lain, mantan Kadis ESDM Aceh, Said Ikhsan menuturkan, jika nantinya moratorium pertambangan dilanjutkan oleh Plt Gubernur Aceh maka harus menyesuaikannya dengan kondisi hari ini serta dengan visi misi Gubernur Aceh. Bukan hanya melakukan tugas-tugas yang lama lagi, tetapi harus dievaluasi sebaik mungkin.

“Harus dievaluasi lagi kesalahan yang ada seperti kewajiban keuangan, teknis perusahaan. Perusahaan tidak perlu banyak, 15 saja sudah cukup kalau perusahaan itu bagus, cukup modal, SDM nya kuat dan berjalan sesuai aturan,” ujarnya.

Sementara itu, Kadis ESDM Aceh, Mahdinur menyampaikan selama ini Dinas ESDM Aceh terus melakukan koordinasi bersama kementerian, apalagi Kementerian juga sudah memberikan apresiasi terhadap Pemerintah Aceh selaku daerah pertama yang menerapkan moratorium pertambangan. Tak hanya itu, tetapi juga dalam hal penagihan pengunggakan PNBP dari perusahaan yang telah beroperasi di Aceh.

Mahdinur berharap jika kedepannya pemerintah mengambil tindakan untuk melanjutkan moratorium pertambangan maka secara bersama-sama harus benar-benar melaksanakannya dengan baik.

“Berharap ada kejelasan, dan kalau pemerintah mengambil tindakan melanjutan moratorium, maka itu diharapkan tidak hanya SK, tetapi harus benar-benar kita laksanakan,” imbuhnya.

Kadiv Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan menyebutkan bahwa dalam surat edaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM kepada Dinas ESDM Se Indonesia, disampaikan jika pemerintah masih mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah berakhir atau dicabut maka harus segera menerbitkan SK pengakhiran dan pencabutannya. [Randi/rel]

Related posts