Pamerintah Aceh perlu mengatur skema transfer anggaran untuk lingkungan

Karena pembukaan lahan, Suaka Margasatwa Rawa Singkil terbakar
Petugas gabungan memadamkan api. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh melaksanakan kegiatan lokakarya melihat urgensi dan peluang kebijakan transfer anggaran berbasis ekologi di Provinsi Aceh, Kamis (13/12).

Dalam diskusi tersebut, banyak penilaian bahwa perlu melakukan transfer anggaran berbasis ekologi untuk menjaga hutan dan lingkungan Aceh. Cara ini menjadi salah satu langkah baik yang harus dilakukan pemerintahan di Aceh.

Kedua Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan mengatakan skema Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE) maupun Transfer Anggaran Kabupaten/Kota Berbasis Ekologi (TAKE) dapat menjadi solusi terhadap masalah hutan dan lingkungan Aceh selama ini.

Namun, sejauh ini belum ada komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan transfer anggaran untuk ekologi tersebut, kecuali Kabupaten Pidie.

Di Pidie, kata Fernan, dalam skema  menjaga lingkungan, pemerintah setempat sudah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 12 Tahun 2018 tentang pedoman teknis prioritas penggunaan dana gampong (dana desa) dalam Kabupaten Pidie bagi perlindungan lingkungan.

“Pemerintah Kabupaten Pidie secara tegas mengatur pembiayaan program dan kegiatan pelestarian lingkungan hidup dalam skema Gampong,”  kata Fernan dalam keterangannya, Kamis (13/12).

Fernan menyampaikan, dalam diskusi tersebut berkembang bahwa Ekologi Fiscal Transfer (EFT) itu dapat terjadi pada beberapa level seperti dari Pemerintah Pusat ke Provinsi, kemudian Pemerintah Provinsi ke Kabupaten/kota, dan ke pemerintahan Gampong.

Fernan menuturkan, Perwakilan Badan Keuangan Fiscal Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto yang menjadi pembicaran dalam lokakarya tersebut juga  mengemukakan bahwa peluang kebijakan publik terkait transfer anggaran berbasis ekologi ini perlu dilakukan untuk menghijaukan lingkungan.

Inisiatif dalam skema ini adalah berbasis pada indikator lingkungan, jika itu berjalan dapat dipastikan palaksanaan atau penggunaan anggarannya lebih terukur. Karena konsep TAPE/TAKE ini bukan memberikan tambahan anggaran, tetapi hanya mengubah cara pembagiannya saja.

“Ditahun pertama memang tidak akan baik, tetapi kalau dilakukan dengan cara terus menerus dengan tetap mengevaluasi, TAPE ini bisa berjalan baik,” tutur Fernan mengulang pernyataan Joko Tri Haryanto.

“TAPE tidak ada tambahan, tapi hanya mengubah cara bagi anggaran,” sambungnya.

Selain itu, Fernan sangat menyayangkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017-2022 yang tidak terlalu fokus membahas persoalan lingkungan didalamnya, karena itu perlu dilakukan pembenahan dokumen terlebih dahulu.

“Kabarnya belum dianalisa terkait ekologi dalam RPJMA ini. Dokumen ini perlu dibenahi dulu, dokumen RPJMA perlu diperkuat sehingga didapatkan urgensinya dan juga fokus pada ekologi,” tandasnya.

Dalam upaya pelaksanaan konsep TAPE/TAKE ini, GeRAK Aceh bersama sejumlah lembaga lainnya seperti MaTA, WALHI, LBH Banda Aceh, Yayasan HAkA dan JKMA serta perwakilan The Asia Foundation (TAF) telah melakukan pertemuan dengan Ketua DPR Aceh dan Bappeda, Jum’at 26 Oktober 2018 lalu.

Menanggapi usulan masyarakat sipil itu, Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin menyambut baik inisiatif TAPE ini, mengingat ekologi menjadi masalah yang memang harus mendapatkan perhatian khusus. Karena itu sumber dana ekologi harus dipikirkan bersama.

“Akan kita sampaikan kepada teman-teman yang membahas qanun Otsus Aceh ini,” kata Muharuddin.

Namun, lanjut Muharuddin, inisiatif tersebut harus didiskusikan lebih jauh bagaiman pola yang harus dilaksanakan sehingga bisa terlaksana secara benar dan tepat sasaran sehingga hutan Aceh bisa terjaga. Baik dari sisi penganggaran maupun pelaksanaannya.

“Kita harus lakukan FGD, langkah apa yang harus dilakukan untuk memasukkan formulasi ekologi ini,” pungkas Muharuddin kala itu. [Randi/rel]

Related posts