Di Aceh Barat, warga non-muslim juga dilarang berpakaian ketat

52 warga terjaring razia WH di Lhokseumawe
Dokumentasi - Polisi syariat Islam (WH) merazia pengendara berpakaian ketat dan celana pendek di Jalan Teuku Nyak Arief, Lamnyong, Banda Aceh, Kamis (24/8). (Kanal Aceh/Randi)

Aceh Barat (KANALACEH.COM) – Bupati Aceh Barat H Ramli MS memerintahkan kepada wilayatul hisbah (polisi syariah/WH) untuk menangkap warga non muslim, apabila mengenakan busana ketat jika berada di tempat umum.

“Saya perintahkan kepada seluruh polisi syariah, agar menangkap warga non muslim jika mereka berpakaian ketat, sexy dan berpakaian tak sopan ketika mereka berkeliaran di jalan raya,” kata Ramli seperti dilansir laman Antara, Sabtu (12/1).

Hal itu dimaksudkan agar penerapan syariat Islam di Aceh diharapkan dapat berjalan lancar dan warga non muslim, wajib menghargai umat Islam agar tidak berpakaian seenaknya sambil mempertontonkan aurat dihadapan warga muslim.

Kebijakan ini ia lakukan setelah sebelumnya, dilakukan rapat dengan seluruh pemuka agama yang ada di Aceh Barat dan tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) bersama pemerintah daerah, ketika membahas setiap persoalan antarumat beragama di kabupaten itu.

Dalam forum tersebut, seluruh pemuka agama non muslim menyatakan bahwa tidak ada satu agama pun yang memperbolehkan umatnya bertelanjang, mengenakan pakaian tak sopan, berzina bahkan berjudi atau melakukan tindakan yang tak senonoh serta berbagai tindakan yang tidak terpuji termasuk dalam berpakaian.

“Perintah penangkapan ini sesuai dengan rapat kami dengan seluruh pimpinan lintas agama di Aceh Barat. Mereka (pemuka agama non muslim) setuju jika ada warga non muslim yang berpakaian ketat dan berkeliaran di jalan raya agar ditangkap oleh polisi syariah,” tambah Ramli.

Keputusan itu, juga sudah disetujui disetujui oleh seluruh pemuka agama di Aceh Barat, dan sama sekali tidak keberatan dengan kebijakan syariat Islam yang sudah berlaku di Aceh.

Setelah ditangkap, nantinya seluruh warga non muslim tersebut akan diserahkan ke masing-masing pemuka agama yang melakukan pelanggaran, untuk dilakukan pembinaan sesuai dengan ajaran agama yang dianut masing-masing pelanggar.

“Artinya setelah ditangkap, maka warga non muslim ini akan dinasihati oleh pemuka agamanya masing-masing, agar tidak lagi mengulangi perbuatan serupa di kemudian hari,” tuturnya.

Kebijakan ini bertujuan agar menjadi pelajaran bagi warga non muslim, supaya tidak menggunakan pakaian ketat dan tak senonoh, ketika berada ditempat umum dan dijalan raya khususnya di Aceh Barat, sekaligus meningkatkan toleransi antarumat beragama.

Karena jika ada warga non muslim yang memakai busana tak sopan dan ketat, dapat mengganggu aktivitas dan pandangan umat muslim.

Para pemuka agama di Aceh Barat dalam rapat bersama pemerintah daerah juga sudah menyatakan kesediaan mereka jika aturan ini dilakukan.

Hal ini diharapkan dapat menjaga ketertiban, marwah serta harga diri warga non muslim agar semakin berprilaku dengan baik sesuai ajaran agama masing-masing.

Seandainya nanti kebijakan yang sudah disepakati oleh pemuka lintas agama ada yang memprotes, atau diprotes oleh warga non muslim, ia tegaskan hal itu sama saja memprotes ajaran agama warga non muslim sendiri.

Karena berdasarkan keterangan pemuka agama di Aceh Barat kepada pemerintah daerah, tidak ada satu agama pun yang membenarkan penganut agama yang diperbolehkan berpakaian seronok dan tidak sopan, dan dilarang bertelanjang.

Apalagi saat ini Aceh sudah menerapkan aturan syariat Islam yang menegaskan akan menindak setiap umat muslim yang melakukan pelanggaran, sesuai dengan Qanun syariat Islam.

“Kalau pun ada yang protes, berarti mereka yang protes ini adalah mereka yang tidak paham ajaran agama mereka sendiri,” tambah Ramli.

Selama ini, katanya, ia belum pernah melihat satu orang pun warga non muslim ketika beribadah di setiap rumah ibadah masing-masing, yang terlihat memakai busana yang tak senonoh atau bertelanjang dan berpakaian sexy dan semuanya berpakaian sopan saat melakukan ibadah.

Ramli MS menegaskan kebijakan ini berlaku sejak Januari 2019 hingga seterusnya dan hanya berlaku di Kabupaten Aceh Barat saja. []

Related posts