Walhi Gugat Gubernur Aceh soal IPPKH PLTA Tampur 1

Desa Lesten, Kecamatan Pining, Gayo Lues, tempat pembangunan PLTA Tampur yang direncanakan. (Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Walhi Aceh menggugat Gubernur Aceh terkait penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur 1 di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues.

Proyek pembangunan itu di bawah PT Kamirzu yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA). Dalam hal ini Walhi menilai Gubernur Aceh telah melampui kewenangannya karena bertentangan dengan UU yang berlaku. Kemudian Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Menurut Walhi, Peraturan Menteri itu berdasarkan kewenangannya melimpahkan sebahagian kewenangannya kepada Gubernur. Namun sifatnya terbatas (limited authority) yaitu hanya bagi pembangunan fasilitas umum non komersial dan luasan kewenangan Gubernur juga dibatasi dengan luas paling banyak 5 (lima) hektar.

“Sehingga apabila dihubungkan dengan IPPKH yang telah diberikan kepada PT. Kamirzu, telah jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kepala Divisi Advokasi Walhi Aceh, M Nasir dalam keterangannya, Selasa (12/3).

Sementara izin yang diberikan kepada PT Kamirzu  seluas 4.407 hektare, yang terdiri dari hutan lindung 1.729 hektare, hutan produksi 2.401 hektare dan area penggunaan lain 277 hektare.

Pembangunan mega proyek PLTA Tampur ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi 443 Mega Watt. Atas penerbitan IPPKH tersebut, Walhi Aceh telah melakukan upaya administratif dengan menyurati Gubernur Aceh untuk menyampaikan keberatan terhadap IPPKH. Namun Gubernur Aceh tidak menanggapi dan memberikan jawaban terkait keberatan yang disampaikan Walhi.

“Walhi juga telah mendaftarkan gugatan dengan nomor gugatan 7/G/LH/2019/PTUN.BNA, tanggal 11 Maret 2019 ke PTUN Banda Aceh,” sebutnya.

Alasan Walhi Menggugat

Walhi menggugat Gubernur Aceh dengan alasan karena gubernur telah melampaui kewenangannya, kemudian kewajiban hukum PT Kamirzu yang tidak dikerjakan, cacat yuridis dalam penerbitan beberapa keputusan dan tidak adanya rekomendasi dari Bupati Aceh Timur karena lokasi pembangunan itu masuk ke dalam wilayah Aceh Timur.

Disisi lain, pembangunan ini didirikan di area Kawasan zona patahan aktif (Kawasan rawan gempa bumi), Berada dalam Kawasan Hutan, Ancaman terhadap satwa, sumber air dan IPPKH berada di Kawasan Hutal leuser. [Randi/rel]

Related posts