Pemerintah Aceh Bangun Jembatan Penghubung Gayo Lues-Aceh Tamiang

Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, didampingi Bupati Gayo Lues, Amru, memasang secara simbolis Pasak Jembatan Bailey di Desa Lesten, Kecamatan Pining, Gayo Lues, Senin, 19 Agustus 2019. Jembatan Bailey tersebut akan menghubungkan Lesten dengan Pulau Tiga, Aceh Tamiang. (ist)

Gayo Lues (KANALACEH.COM) – Pemerintah Aceh membangun jembatan bailey yang menghubungkan Desa Lesten Kecamatan Pining Kabupaten Gayo Lues dengan Desa Pulo Tiga Kabupaten Aceh Tamiang.

Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan, dengan pembangunan jembatan darurat rangka baja itu akan terbangun konektivitas sehingga bisa memotong rantai pasok hasil alam yang diangkut dari Kabupaten Gayo Lues.

“Dengan adanya jembatan bailey ini nantinya jarak tempuh ke Medan melalui Aceh Tamiang akan lebih singkat. Harapannya komuditi penting yang ada di sini bisa dibawa keluar dengan harga (angkut) yang lebih murah,” kata Nova di Desa Lesten, Senin (19/8).

Nova menyebutkan, usai pembangunan jembatan, pemerintah di dua kabupaten akan melanjutkan pembangunan jalan lintas. Bupati Gayo Lues, Amru, mengatakan, jalan hubung yang perlu dibangun hingga mencapai Desa Pulo tiga hanya berkisar 6 kilometer lagi. Sebelumnya memang telah ada jalur yang telah ada, namun perlu pembangunan jalur elak lain, sehingga jalan hubung nantinya bisa berada di luar kawasan hutan lindung.

“Koneksi ini akan sangat bermanfaat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ada jarak yang terpangkas untuk menuju Aceh Tamiang, tinggal menggeser sedikit sekitar 6 kilometer, sehingga tidak masuk dalam kawasan konservasi,” kata Amru.

Atas nama masyarakat Gayo Lues, Bupati Amru berterima kasih kepada Nova Iriansyah. Ia merupakan gubernur pertama yang datang ke desa Lesten. Desa Lesten merupakan desa yang berada di celung pegunungan dan dibelah oleh aliran sungai yang bermuara ke Kuala Simpang Aceh Tamiang.

Dari pusat kota Gayo Lues, Lesten ditempuh lewat jalan pegunungan mendaki sekira empat jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Tak sepenuhnya jalan teraspal. Jadinya mobil atau sepeda motor harus ekstra hati-hati saat naik atau turun dari bukit  yang terjal.

“Jika selesai nanti, kami yakin ini akan menjadi lintasan yang sangat baik untuk menyatukan Aceh,” kata Bupati Amru.

Sebelum, Amru bersama timnya pernah menempuh jalur darat dari Lesten ke Pulo Tiga. Ia membutuhkan waktu sekitar 6 jam menggunakan sepeda motor untuk tembus ke desa perbatasan di Tamiang tersebut. “Akan sangat dekat kalau jembatan dan jalan terhubung,” kata dia. “Tahun depan insya Allah akan kita lanjutkan (pembangunan jalan). Mudah-mudahan jalan ini terealisasi segera.”

Selain itu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, juga mengatakan pemerintah Aceh berkomitmen penuh untuk memberikan layanan terbaik demi kemakmuran rakyat dengan tidak mengenyampingkan kelestarikan hutan dan lingkungan. Dalam hal ini, Nova berterima kasih atas dukungan penuh Pemkab Gayo Lues dan masyarakat Lesten yang telah merestui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur.

Pemerintah mengambil jalan tengah, yaitu tetap merestui PT. Kamirzu untuk mengerjakan megaproyek PLTA Tampur. Namun demikian, kata Nova, pihaknya tetap meminta perusahaan untuk menggunakan teknologi terbaik yang bisa dikerjakan tanpa merusak lingkungan.

“Yang perlu kita awasi adalah bagaimana metode mereka mengerjakan proyek ini. Nanti akan ada badan atau lembaga yang mengawasi itu. Bagaimanapun manfaat atas dibangun PLTA lebih banyak daripada mudharatnya,” kata Nova.

Pemerintah Aceh, kata Nova, akan mencari cara terbaik agar semua pihak sepaham dengan maksud pembangunan PLTA Tampur. Memang, kebutuhan listrik Aceh saat ini telah cukup. Namun pemerintah mengajak masyarakat berpikir jauh ke depan di mana pasokan listrik setiap tahunnya terus meningkat. Karena itu, pembangunan PLTA Tampur dianggap penting. Apalagi tenaga listrik yang dihasilkan sangat besar, mencapai 443 megawat. Saat selesai PLTA Tampur akan menjadi pusat energi yang memiliki kekuatan terbesar di Sumatera.

“Izin yang kita berikan sangat selektif. Selain itu kita juga akan memeriksa metode yang dipakai perusahaan yang beroperasi. Teknologi mereka harus clean (bersih) dan rama lingkungan serta kita minta agar tenaga ahli lokal dan nasional dilibatkan untuk memantau kerja perusahaan,” kata Nova.

Pemerintah lanjut Nova, membuka ruang bagi siapapun untuk berdialog mencari jalan terbaik sehingga kelestarian hutan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat ikut meningkat. Jika mudharat dari keberadaan perusahaan di Aceh lebih besar daripada manfaatnya tentu pihaknya akan kita meninjau kembali izin yang diberikan pada perusahaan.

“Kita bisa buat FGD untuk sama-sama membahas bagaimana baiknya menjaga lingkungan dengan tetap mengoperasikan PLTA. Dengan peguruan tinggi kita juga bisa lakukan diskusi,” kata Nova. “Jangan ada anggapan Tampur ini untuk kepentingan pemerintah. Kalau itu merugikan rakyat kita pasti akan tinjau lagi (izinnya).”

Sementara Bupati Gayo Lues, Amru, mengatakan pembangunan PLTA akan membawa kontribusi besar bagi kemajuan kabupaten tersebut. Ia yakin, usai PLTA Tampur akan ada sektor lain yang akan menyusul dan tentu memberikan kesejahteraan bagi rakyat Gayo Lues. “Dengan ketentuan dan mekanisme yang baik, hutan di tempat kita bisa kita manfaatkan dalam jalur yang benar,” kata Amru. [Randi/rel]

Related posts