Raqan Hukum Keluarga Dinilai Peluang Dalam Membangun Ketahanan Keluarga

Ilustrasi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) –  Balai Syura Ureung Inong Aceh terus melakukan pengawasan dan mengawal kebijakan-kebijakan yang akan dilahirkan di Aceh, untuk memastikan pemenuhan hak perempuan dan anak.

Terkait advokasi terhadap Rancangan Qanun Hukum Keluarga, Balai Syura telah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada Ketua Komisi VII pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tanggal 1 Agustus 2019.

Balai Syura menilai Raqan Hukum Keluarga ini merupakan peluang bagi Pemerintah Aceh dalam membangun sistem ketahanan keluarga untuk lebih melindungi dan memenuhi hak perempuan dan anak.

Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, menyatakan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan data kekerasan terhadap perempuan dan anak yang 65 persen diantaranya terjadi di dalam rumah tangga.

Pada sisi lain, Bappeda Aceh Utara mencatat 4.250 pasangan suami istri masih menunggu untuk itsbat nikah karena menghadapi masalah administrasi perkawinan, akibat konflik dan tsunami. Persoalan yang sama diperkirakan juga dihadapi di banyak kabupaten lainnya di Aceh.

Untuk itu, Balai Syura dan organisasi masyarakat sipil lainnya meyakini ada banyak permasalahan yang dapat diselesaikan jika substansi yang diatur dalam Raqan Hukum Keluarga ini menerapkan azas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

“Berdasarkan kajian yang dilakukan, ditemukan adanya persoalan secara substansi yang dapat menempatkan perempuan pada kerentanan baru dan mengalami masalah-masalah yang mengganggu kesejahteraan perempuan, anak dan lansia yang menjadi para pihak dalam rumah. Karena itu tindakan yang paling bijaksana saat ini adalah menunda pembahasan akhir dalam Rapat Paripurna. Kami menyadari bahwa DPRA sangat ingin menyelesaikan tanggungjawab pengesahan rancangan qanun ini pada akhir masa jabatan di bulan September 2019 ini, namun jika hal tersebut dipaksakan, maka dampak yang akan muncul sangat merugikan bagi perempuan dan anak,” Ketua Presidium Balaisyura, Khairani Arifin melalui keterangannya, Rabu (4/9).

Sementara itu, Koordinator Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam UIN Arraniry Rasyidah, menekankan bahwa Raqan Hukum Keluarga ini sepatutnya mengatur mengenai konsep nafkah yang lebih tegas karena kekerasan dalam rumah tangga yang paling tinggi, adalah penelantaran ekonomi.

Qanun ini, kata dia harusnya menetapkan juga aturan nusyuz bagi suami yang menelantarkan keluarganya. “Rancangan Qanun ini juga menafikan golongan masyarakat Non Muslim yang sesungguhnya juga merupakan masyarakat di Aceh,” ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, Raqan ini harusnya mengatur tentang Pengadilan Keluarga sehingga persoalan dalam keluarga bisa diselesaikan secara komprehensif dan melindungi perempuan dan anak.

Arfian melalui ICAIOS, bahkan secara tegas menyatakan bahwa Raqan Hukum Keluarga ini belum layak untuk disahkan, bahkan untuk 10 tahun ke depan, sebelum Negara mampu menyediakan infrastruktur dan aparatur pelaksana dengan kuantitas dan kualitas yang cukup, serta anggaran yang memadai untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Raqan ini. [Randi/rel]

Related posts