DPRA Sebut Ada Mafia Dagang di Sumut Tak Ingin Aceh Lakukan Ekspor Sendiri

Ilustrasi, pelabuhan belawan. (cargonews)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – DPR Aceh saat ini tengah menyusun rancangan qanun (raqan) Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) untuk menghidupkan kembali pelabuhan ekspor yang selama ini dinilai terbengkalai.

Pelabuhan itu nantinya akan mengangkut komoditas dari Aceh untuk di ekspor dalam skala besar ke sejumlah negara. Selama ini, komoditas seperti kopi Aceh hanya di ekspor lewat pelabuhan Belawan. Sumatera Utara.

Terakhir, Aceh hanya pernah mengekspor gas ke Korea dalam skala besar dari Pelabuhan Krueng Geukueh, Lhokseumawe. Setelah itu tidak ada aktivitas ekspor dari Aceh dalam skala besar. Semua dikirim melalui Belawan.

Anggota DPR Aceh Bardan Sahidi menilai ada rantai perdagangan yang sengaja diputus, sehingga semua komoditas ekspor skala besar dari Aceh kini harus dikirim melalui Belawan.

“Ada rantai perdagangan atau mafia dagang di Sumatera Utara yang tidak memberikan kesempatan kepada Aceh untuk bisa mengekspor sendiri. Padahal pelabuhan di Belawan itu sudah padat sekali, tetapi beberapa di perairan Aceh pelabuhannya terbengkalai tidak digunakan,” kata Bardan, Sabtu (11/9).

Regulasi tentang tata niaga komoditas Aceh ini diyakini bisa menghidupkan kembali pelabuhan untuk bisa melakukan pengiriman barang dari Aceh ke sejumlah negara.

“Apapun ceritanya, Aceh harus siap secara mandiri mengekspor sendiri ke luar negeri hasil komoditas Aceh,” ujar Bardan.

Ketua Pansus Raqan TNKA DPR Aceh Yahdi Hasan mengungkapkan, selama ini eksportir  kopi dari Aceh harus mengeluarkan biaya Rp 10 ribu per kilo jika melakukan pengiriman melalui pelabuhan Belawan. Sementara, satu koperasi bisa mengekspor sebanyak 3000 kontainer kopi per tahunnya.

“Satu kontainer kopi gayo yang diekspor tersebut memiliki nilai Rp1,4 miliar beratnya sekitar 19 ton,” ucap Yahdi.

Dengan adanya regulasi tata niaga komoditas di Aceh dinilai akan berdampak positif kepada perekonomian Aceh, aturan itu juga menyebut tidak boleh pengusaha mengekspor melalui pelabuhan luar melainkan harus dari Aceh.

Hidupnya pelabuhan ini juga diyakini akan mempersingkat jarak dan waktu bagi para pengusaha Aceh yang mengekspor barangnya ke luar negeri, seperti halnya komoditas kopi, yang saat ini hanya dilakukan melalui Belawan.

“Jika melalui belawan, mereka (eksportir Aceh) harus mengeluarkan biaya Rp 10 ribu per kilogramnya, sedangkan jika melalui Pelabuhan Lhokseumawe bisa setengahnya atau bahkan lebih murah lagi,” jelasnya.

Sejauh ini sudah ada 30 lebih pengusaha eksportir kopi di Aceh yang sudah membuat Gudang dan menyewa kantor di Medan. Ia berharap dengan adanya aturan tata niaga komoditas di Aceh mereka bisa pulang dan berkantor di tanah rencong.

“Maka dari itu, qanun ini nantinya akan mengatur segala komoditas unggulan Aceh harus diekspor dari pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh. Jika ini bisa dilakukan, maka akan banyak menyerap banyak tenaga kerja dan pendapatan Aceh,” ujarnya.

Related posts