Pelindo Kawasan Langsa: Kami Tak Ada Niat Membuat Pelabuhan di Sini Mati

Pansus TNKA DPRA Sebut Pelindo Tak Serius Kelola Pelabuhan di Aceh. (ist)

Langsa (KANALACEH.COM) – Manajer PT Pelindo Kawasan Langsa, Nova Andrian, mengatakan Pelindo mendukung agar komoditas-komoditas Aceh dapat diekspor melalui pelabuhan yang ada di Aceh, khususnya melalui Pelabuhan Kuala Langsa.

“Kami tidak ada niat membuat pelabuhan di sini mati. Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat pelabuhan ini hidup. Tapi persoalannya kewenangan dari Pelindo itu terbatas,” katanya usai bertemu dengan Pansus Raqan Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) DPRA beberapa waktu lalu.

Untuk melakukan kegiatan ekspor, Pelabuhan Kuala Langsa secara infrastruktur siap, karena memiliki dermaga beton. Pelabuhan Kuala Langsa memiliki panjang 7 mil, lebar 100 meter, dan kedalaman 3 hingga 8 meter.

Baca: Kedalaman Pelabuhan Malahayati Belum Cukup Untuk Muatan Kapal Dalam Skala Besar

“Soal crane, bapak butuh berapa ton? bisa saya bawa, cuma kalau crane-nya stanby di sini siapa yang bayar? biaya perawantannya bagaimana? Jika besok barang datang, maka langsung kami hadirkan, kami bawa alat semua. Itu semua ada, tinggal kami datangkan saja. Masalahnya kenapa kami tidak stanby di sini, karena kami tidak ditanggung APBN. Gaji kami dan biaya operasional itu dikeluarkan dari biaya pendapatan pelabuhan. Begitu juga staf, tidak banyak karena pelabuhan tidak beropeasi. Jika diperlukan, kami siap melakukan penambahan armada,” imbuhnya.

Hanya saja, lanjut Nova, kondisi Pelabuhan Kuala Langsa saat ini dangkal. Akibatnya, pelabuhan itu hanya bisa dimasuki kapal-kapal kecil (tongkang). Hal itu juga yang membuat para pengusaha enggan mengirim barang lewat pelabuhan Langsa.

“Karena jika kapal kecil, maka provitnya juga kecil,” jelasnya.

Baca: Pansus TNKA DPRA Sebut Pelindo Tak Serius Kelola Pelabuhan di Aceh

Nova juga mengatakan dirinya selama lima tahun menjabat sebagai Manajer Kawasan Pelindo Langsa, telah melakukan upaya-upaya menghidupkan Pelabuhan Kuala Langsa.

“Di sini juga beberapa waktu lalu pernah melakukan ekspor cangkang sawit ke jepang. Sekali pengapalan, pemasukan ke negara bisa mencapai Rp 5 miliar. Cuma itu hanya berlangsung tiga kali. Sekarang mereka sedang setop, mereka ada persoalan dengan Jepang sehingga macet,” ungkap Nova.

“Belum lama ini juga kami melobi perusahaan yang melakukan pengeboran di Julok. Alat-alat mereka itu dimasukkan lewat pelabuhan ini. Jadi, kalau soal upaya, kami sudah melakukan upaya. Ini terbukti itu bisa kami lakukan bongkar muat untuk perusahaan pengeboran itu. Jadi, armada itu akan didatangkan jika dibutuhkan. Kalau tidak ada kegiatan, tidak mungkin hanya diam di sini, jadi dikirim ke pelabuhan yang aktif,” ungkapnya.

Di Pelabuhan Kuala Langsa selain perlu dilakukan pengerukan, kata Nova Andrian, perlu dihadirkan Bea Cukai, agar memudahkan para pengusaha membayar biaya pengiriman barang.

“Kami juga sangat berharap adanya qanun ini, dengan harapan bisa mencegah barang Aceh keluar lewat darat, dan bisa dikirim melalui pelabuhan. Kami mendukung upaya ini dilakukan. Tinggal ke depan bagaimana fasilitas disiapkan, regulasi disipakan, pemda dukung, barangnya ada, dan bea cukainya dukung, nggak hanya Pelindo saja. Kalau Pelindo itu ibarat jari, bagaimana bisa satu jari menggenggam, jadi dibutuhkan jari-jari lain. Jika mau bergerak, ayo kita bergerak sama-sama untuk menghidupkan pelabuhan ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Pansus Raqan Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) DPRA melakukan pertemuan dengan manajemen PT Pelindo kawasan Langsa usai berkunjung ke pelabuhan setempat.

Dalam kunjungan itu tim Pansus TNKA DPRA tidak menemukan adanya crane maupun fasilitas pendukung lain, layaknya sebuah pelabuhan yang melakukan kegiatan kepelabuhanan.

Tak haya itu, kekecewaan para anggota DPRA terjadi ketika mengetahui jumlah pengawai yang mengelola pelabuhan itu hanya berjumlah lima orang, yang terdiri dari satu pimpinan dan satu staf administasi (pegawai tetap) dan tiga orang pegawai outchorshing.

Related posts