Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan tim Badan Anggaran (Banggar) DPRA melakukan rapat konsultasi lanjutan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta pada Selasa (7/12) sore.
Pertemuan ini dilakukan setelah sebelumnya DPRA mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2022 senilai Rp Rp 16,170 triliun dalam rapat paripurna pada Selasa (30/11) malam.
Salah satu poin penting yang dibahas dalam rapat konsultasi itu terkait penggunaan dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Wanti-wanti itu disampaikan agar tidak menjadi temuan hukum di kemudian hari.
“Setiap dana hibah dan bansos yang tidak berdasarkan RKPA atau setiap kegiatan baik pokir maupun usulan eksekutif yang tidak ada dalam RKPA, harus dihindari,” kata Wakil Ketua DPRA, Safaruddin Kamis (9/12).
Rapat konsultasi ini dipimpin oleh Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri, Dr Bahri SSTP MSi. Sementara dari Pemerintah Aceh hadir, Sekda Aceh selaku Ketua TAPA Taqwallah, Kepala BPKA Azhari, Kabid Anggaran BPKA Sudirman, Kabid P2ESDA Bappeda Reza Ferdian, Kabid P2IK Bappeda Dedi Fahrian, Kabid P2KSDM Setiawati, serta Kabid Program dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Muhammad Ikhsan.
Sedangkan dari unsur DPRA hadir Pimpinan dan Anggota Banggar yaitu Safaruddin, Samsul Bahri Ben Amiren alias Tiyong, M Rizal Fahlevi Kirani, dan Muslim Syamsuddin.
“Inikan pertemuan konsultasi dengan Kemendagri. Dalam tahap evaluasi ini, Pak Bahri juga meminta pandangan tim Banggar dan TAPA. Hasil APBA yang telah disepakati seperti apa,” ujar Safaruddin.
Usai pertemuan tersebut, politikus Partai Gerindra ini menyampaikan beberapa pesan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam penganggaran di setiap daerah sebagaimana disampaikan Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri.
Seperti terkait pendapatan daerah dengan penyesuaiannya harus tepat. Kemudian penggunaan dana hibah dan bansos harus sesuai usulan dalam RKPA. Lalu, setiap program prioritas harus menjadi fokus pembangunan sebagaimana target RPJM.
“Begitu juga terkait kegiatan-kegiatan yang sifatnya belum punya nomenklatur jangan dipaksakan. Baik dari dewan maupun dari eksekutif. Mohon dihindari,” ungkap Safaruddin.
Agar tidak terjadi persoalan penganggaran ke depan, sambung Safaruddin, pihak Kemendagri berharap kepada Pemerintah Aceh agar dalam setiap program pembangunan merujuk kepada RPJM dan RKPA atau sesuai dengan norma dan ketentuan hukum perundang-undangan.