Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh Terancam Bubar

Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh resmi dilantik
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah melantik Anggota Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) masa bakti 2017- 2022 di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Banda Aceh, Senin (27/2). (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepengurusan komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) periode 2017-2022 akan berakhir pada akhir Januari mendatang. Hingga kini belum ada tanda-tanda seleksi kepengurusan baru. Lembaga tersebut bakal dibubarkan?

“Berdasarkan SK, KPPAA berakhir pada akhir Januari 2022. Berdasarkan pelantikan, berakhir pada akhir Februari 2022,” kata Komisioner KPPAA Firdaus Nyak Idin seperti dilansir laman Detik.com, Rabu (19/1).

Firdaus mengatakan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh tidak bersedia melakukan pemilihan kepengurusan komisioner baru karena sejumlah alasan. Pertama, berdasarkan hasil kajian internal DP3A, tugas dan fungsi KPPAA dianggap sama dengan UPTD PPA.

Alasan kedua, kata Firdaus, Pemerintah Aceh tidak cukup mengalokasikan dana ke DP3A. Dinas tersebut memutuskan dana untuk KPPAA tidak dialokasikan.

“Hasilnya untuk tahun 2022, tidak ada dana untuk KPPAA. Tidak ada dana, berarti tidak ada seleksi komisioner baru. Karena tak ada biaya untuk KPPAA mulai tahun 2022, tak ada biaya untuk Komisioner, untuk operasional dan lain-lain,” ujar Firdaus.

Firdaus menjelaskan, lembaga KPPAA berbeda dengan UPTD PPA serta DP3A. Lembaga yang dipimpin Firdaus dibentuk Pemerintah Aceh melalui peraturan gubernur sesuai dengan amanah Qanun Perlindungan Anak. Lembaga KPPAA serupa dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di tingkat nasional.

“Keberadaan KPPAA dibutuhkan untuk melakukan pengawasan sistem perlindungan anak di Aceh. Serta melakukan pendampingan, penilaian maupun analisis serta memberi masukan pengarusutamaan perlindungan Anak di lintas sektor di seluruh Aceh,” jelas Firdaus.

“Fokus kita pada isu Anak. Baik pada ranah pencegahan, pengurangan resiko maupun rehabilitasi. UPTD PPA merupakan lembaga layanan yang menangani permasalahan anak dan perempuan, terutama yang mengalami kekerasan. UPTD PPA fokus pada pelayanan ranah penanganan kasus,” lanjut Firdaus.

Firdaus menyebutkan, DP3A secara tupoksi bergerak pada implementasi program layanan dan koordinator program pemenuhan hak dan perlindungan anak di Aceh. Tupoksi itu disebut berbeda dengan KPPAA.

“KPPAA tak bertugas melakukan pemenuhan hak dan juga tak melakukan koordinir. Jadi anggapan yang menyatakan tupoksi KPPAA dan Dinas PPPA maupun UPTD PPA sama, adalah sesat pikir,” kata Firdaus.

Menurutnya, komisioner KPPAA tidak memiliki kewenangan kebijakan ataupun kewenangan anggaran. Dia berharap Gubernur Aceh Nova Iriansyah tetap mempertahankan lembaga tersebut. (dtc)

Related posts