Beda Pandangan MPU dan Kemenag Aceh Soal SE Aturan Pengeras Suara di Masjid

Ilustrasi, Seorang pekerja memeriksa pengeras suara di sebuah masjid kota Meulaboh di Provinsi Aceh. (Foto: Getty Images/BBC)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala mendapat kritikan dari publik, namun tak sedikit juga yang mendukung aturan itu. Tak terkecuali di Aceh.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk Faisal Ali juga turut berkomentar terkait SE tersebut. Menurutnya, untuk di Aceh tidak perlu ada aturan soal pengeras suara di masjid.

“Kalau kita di Aceh tidak perlu (aturan pengeras suara). Hal seperti itu tidak perlulah kita atur, sebab kearifan lokal daerah kan berbeda-beda,” kata Faisal Ali kepada wartawan, Jumat (25/2).

Aturan pengeras suara itu, kata dia sebaiknya diserahkan sepenuhnya ke masyarakat dan pengurus masjid. Karena, mereka yang mengerti bagaimana kondisi sosial dan lingkungan masyarakatnya.

“Cukup dengan kearifan lokal kita saja. Makanya kembalikan saja ke masyarakat dan pengurus masjid,” ucapnya.

Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Aceh, Iqbal tidak mempersoalkan SE Menteri Agama itu. Menurutnya tidak ada larangan penggunaan pengeras suara, yang ada hanya pengaturan agar tertib dalam penggunaannya.

Kata Iqbal, bisa dibayangkan kalau penggunaan pengeras suara digunakan bukan pada tempatnya apalagi digunakan oleh orang yang tidak tepat pula, pasti memunculkan persoalan baru. Tentunya yang akan mengganggu kenyamanan dan persaudaraan.

“Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan,” jelasnya.

Dikatakannya, aturan ini dibuat untuk tetap menjaga kemaslahatan dan penuh pertimbangan.

“Kita juga tau, saat ini begitu banyak masjid dan musala yang dibangun berdekatan, kalau semua suara diwaktu bersamaan muncul, dimungkinkan tidak fokus terhadap yang disampaikan. Cuma mengenai pengaturan waktu yang diatur dalam SE tersebut supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.

Aturan mengenai penggunaan spiker masjid dan musala sebelumnya diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lewat surat edaran (SE) Nomor 05 tahun 2022.

Salah satu poin penting yang diatur dalam edaran itu yakni volume pengeras suara masjid/musala paling besar 100 dB atau desibel dengan suara tidak sumbang.

Menurut Yaqut, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala memang kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Namun, di sisi lain, masyarakat Indonesia terdiri dari beragam agama, keyakinan, dan latar belakang sehingga perlu upaya merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

Related posts