Ulama Aceh Terbitkan Fatwa Cegah Stunting dalam Perspektif Hukum Islam

(Dok. BKKBN Aceh)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menerbitkan Fatwa Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pencegahan Stunting Dalam Perspektif Hukum Islam.

Tidak banyak yang tahu, ternyata fatwa MPU Aceh tersebut telah diteken sejak 28 November 2019 lalu sebagai bentuk dukungan upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Aceh.

Hal tersebut disampaikan Ketua MPU Aceh Tgk. H. Faisal Ali saat menjadi narasumber dalam program Aceh Bicara bersama Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh Sahidal Kastri, Rabu (28/12).

“Fatwa ini dukungan MPU Aceh terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah.  Kita juga ikut menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat dengan tausiyah dan kutbah Jumat.  Salah satunya yaitu harus mempersiapkan diri dan upaya sekuat tenaga agar melahirkan generasi yang berkualitas dan sehat,” kata Tgk. Faisal.

Menurut Tgk. Faisal, saat fatwa itu ditandatangani oleh MPU Aceh, dirinya masih menjabat sebagai wakil ketua.

Dia pun menjelaskan, fatwa dan tausiyah terkait pencegahan stunting tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa kehidupan masyarakat sekarang ini berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat yang berujung pada masalah stunting.

Tgk Faisal melanjutkan, dalam Surat An-Nisa Ayat 9 disebutkan bahwa dalam Islam tidak boleh meninggalkan generasi yang lemah. Sementara itu, stunting merupakan ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan.

“Isi fatwa tersebut yaitu menetapkan bahwa stunting (al-taqazzum) adalah kondisi perkembangan fisik yang timpang pada balita yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan sampai usia anak dua tahun,” ungkapnya.

Pencegahan stunting, kata dia, hukumnya adalah sunah selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariat dan perbuatan yang berpotensi mengakibatkan stunting hukumnya adalah makruh.

“BKKBN perlu mempererat kerjasama dengan Kemenag dalam pencegahan stunting dari hulu. Baik melalui program pranikah, kutbah Jumat, dan tausiyah terkait pencegahan stunting di masjid maupun di meunasah (madrasah),”

“Dukungan untuk nilai keagamaan ini yang sangat terbatas. Kita rumuskan kembali kearifan lokal. Kalau dulu setiap malam jumat, masyarakat ada di Meunasah dan disitu biasanya disampaikan masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat, didiskusikan kemudian dicari jalan keluarnya. Kearifan lokal seperti ini harus dihidupkan kembali juga gotong royong,” tegasnya.

Menurutnya, masalah stunting di Aceh berkaitan dengan kemiskinan dan pandemi Covid-19, dimana Aceh masih tergolong  provinsi dengan angka kemiskinan tinggi ditingkat nasional. Sementara itu, pandemi Covid-19 semakin memperburuk kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh Sahidal Kastri mengatakan, meskipun berbagai upaya percepatan penurunan stunting telah dilakukan, diakuinya masih ada kendala di tengah masyarakat. Oleh karena itu peran ulama diharapkan bisa memberi pencerahan terkait pencegahan stunting.

“Masyarakat kita sangat mendengar apa kata ulama. Apalagi MPU Aceh telah mengeluarkan Fatwa Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Pencegahan Stunting Dalam Perspektif Hukum Islam. Semoga Fatwa ini bisa disosialisasikan ke masyarakat baik melalu tausiyah maupun kutbah Jumat,” kata Sahidal.

Terkait Kemenag, Sahidal menjelaskan bahwa BKKBN telah melakukan penandatanganan kerjasama mengenai bimbingan perkawinan kepada calon pengantin, tiga bulan sebelum melangsungkan pernikahan.

Menurut Sahidal, ha tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan dan penurunan stunting dari hulu yang dilakukan BKKBN.

“Harapan kita, ketika terjadi perkawinan diusia anak, kami hanya bisa menyarankan agar menunda kehamilan. Sebab salah satu penyebab tinggi angka stunting di Aceh adalah menikah diusia anak. Ibu muda yang hamil akan berisiko melahirkan anak stunting,” ucapnya.

Sahidal pun menjelaskan bahwa faktor penyebab stunting di Aceh sangat kompleks. Untuk itu perlu adanya audit kasus stunting, agar intervensi yang dilakukan tepat dan cepat. Dia pun mencontohkan, Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Tenggara memiliki  masalah stunting yang berbeda.

Untuk itu, sambung Sahidal, perlu dilakukan audit kasus stunting yang melibatkan tim pakar. Kemudian hasil audit dilanjutkan dengan desiminasi dan dikusi panel untuk mengeluarkan rekomendasi bagaimana intervensi yang dilakukan.

“Masalah paling besar soal kebersihan. Perubahan perilaku masyarakat, kebiasaan hidup bersih dan sehat terus kita galakan. Salah satunya, gotong royong dan keroyokan program, siapa bisa apa dan melakukan apa. Setiap kita memiliki tangungjawab yang sama. agar tidak meninggalkan generasi Aceh yang lemah kesehatan dan maupun kognitifnya,” tegasnya. []

Related posts