Vonis Hukuman Mati di Aceh Tiap Tahun Meningkat

Ilustrasi, pengadilan.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Suharjono menyampaikan perspektif tentang keadaan darurat narkotika dan jerat hukumnya yang semakin meningkat.

Pengadilan Tinggi Banda Aceh merupakan peradilan tingkat banding yang membawahi seluruh Pengadilan Negeri (PN) di seluruh Provinsi Aceh. Tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi Banda Aceh adalah memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pada tingkat banding.

Menurut informasi terkini BNN Aceh, bahwa Aceh menempati peringkat keenam nasional kategori daerah darurat Narkoba.

Menanggapi status ini, Suharjono menyampaikan keadaan perkara narkotika yang telah diterima dan diputus oleh PT Banda Aceh dalam dua tahun terakhir, yaitu 317 perkara dari keseluruhan 512 perkara pidana pada tahun 2021, sebanyak 365 perkara dari total 505 perkara pidana pada 2022, dan 38 perkara dari keseluruhan 52 perkara pidana dalam Januari 2023.

Suharjono juga memaparkan jumlah hukuman mati oleh Majelis Hakim PT Banda Aceh terhadap Terdakwa Narkotika yang trennya semakin meningkat, terus naik dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yaitu 14 hukuman mati pada 2021, sebanyak 22 hukuman mati pada 2022, dan 5 hukuman mati pada Januari 2023 .

“Fakta ini sangat memprihatinkan, mengingat betapa besarnya jumlah hukuman mati yang harus kami jatuhkan di Aceh, pada tahun ini, baru satu bulan saja sudah 5 hukuman mati yang dijatuhkan oleh Hakim Tinggi pada PT BNA,” ujar Suharjono.

Vonis hukuman maksimal ini, dalam pertimbangannya oleh para Hakim Tinggi telah mempertimbangkan semua aspek, baik bagi penegak hukum, bagi Terdakwa itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas. Penyebab hukuman ini juga tidak terlepas dari temuan barang bukti yang begitu besar jumlahnya.

“Apabila di pengadilan-pengadilan luar Aceh barang buktinya hanya dalam satuan gram, maka di Aceh seringkali mencapai hitungan puluhan hingga ratusan kilogram, bahkan ada yang dalam jumlah ton. Sehingga para Hakim harus memutus dengan seimbang antara perbuatan dengan pemidanaannya,” ujarnya.

Suharjono menegaskan, bahwasanya penegakan hukum saja tidak cukup untuk mengatasi keadaan darurat yang menyebabkan jerat hukum berat ini. Kedepannya, kesadaran masyarakat juga harus ditingkatkan melalui pemahaman yang komprehensif terhadap bahaya narkotika.

Selain itu, Suharjono juga meminta warga masyarakat harus waspada sehubungan dengan wilayah Aceh yang letak geografisnya berbatasan langsung dengan luar negeri, sehingga memungkinkan terdampak arus narkotika dari negara lain.

“Hal ini berkenaan dengan jenis barang bukti yang lebih banyak dijumpai dalam perkara di Aceh bukanlah ganja, melainkan narkotika jenis metamfetamina (sabu) yang lebih banyak diproduksi di luar negeri,” ungkapnya.

Related posts