Kinerja Sektor Jasa Keuangan di Aceh Tumbuh Positif Hingga Agustus 2023

Ilustrasi. (Dok Foto: Antara)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh mencatat kinerja sektor jasa keuangan di Aceh sampai dengan posisi Agustus 2023 tumbuh positif dengan likuiditas yang memadai dan tingkat risiko yang terjaga.

Kinerja positif sektor jasa keuangan diikuti dengan kegiatan inklusi keuangan yang meningkat sejalan dengan aktivitas LJK yang turut meningkat dalam melakukan sosialisasi dan edukasi keuangan.

Kinerja intermediasi Bank Umum (BU) di Aceh terus tumbuh, di mana pada Agustus 2023 pembiayaan tumbuh 12,36 persen yoy menjadi Rp36,93 triliun dan tumbuh 1,26 persen dari Juli 2023 sebesar Rp36,93 triliun.

Financing to Deposit Ratio (FDR) BU di Aceh pada Agustus 2023 tercatat 94,59 persen atau lebih tinggi dari FDR BU nasional sebesar 83,38 persen disebabkan peningkatan pembiayaan sebesar 1,26 persen (mtm) dari Rp36,47 triliun menjadi Rp36,93 triliun.

Rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) BU di Aceh sebesar 1,90 persen atau lebih baik dari rasio NPF BU nasional sebesar 2,50 persen. Rasio risiko atas kredit (Loan at Risk/LaR) BU di Aceh sebesar 6,48 persen, turun dari bulan sebelumnya sebesar 6,69 persen dan jauh lebih baik dari LaR BU nasional sebesar 12,55 persen.

Kemudian pembiayaan kepada sektor konsumtif turun dari bulan sebelumnya, sejalan dengan peningkatan porsi pembiayaan produktif, di mana porsi pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan untuk modal kerja Agustus 2023 sebesar 18,02 persen (Juli 2023: 18,22 persen) dan porsi pembiayaan investasi sebesar 13,51 persen (Juli 2023: 13,11 persen), sehingga porsi pembiayaan konsumsi turun menjadi 68,47 persen (Juli 2023: 68,67 persen).

Hal yang sama pada porsi pembiayaan kepada UMKM meningkat menjadi 27,84 persen (Juli 2023: 27,65 persen). Meskipun penyaluran pembiayaan pada sektor pemilikan peralatan rumah tangga lainnya (termasuk multiguna) masih mendominasi sebesar 58,36 persen namun porsi tersebut terus turun dari Juli 2023 sebesar 58,48 persen.

Sementara, porsi pembiayaan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 14,51 persen (Juli 2023: 14,57 persen), pembiayaan sektor kepemilikan rumah tinggal sebesar 7,55 persen (Juli 2023: 7,62 persen), pertanian perburuan dan kehutanan sebesar 5,71 persen (Juli 2023: 5,50 persen) serta industri pengolahan dan kepemilikan kendaraan bermotor menjadi masing-masing 3,28 persen dan 2,24 persen (Juli 2013: 3,25 persen dan 2,26 persen).

Rentabilitas BU Agustus 2023 terjaga positif tercermin dari rasio ROA sebesar 2,77 persen dari Juli 2023 sebsar 2,79 persen dengan kondisi likuiditas yang kuat tercermin dari rasio Current Account to Saving Account yang tinggi sebesar 75,80 persen turut (Juli 2023: 76,25 persen) mempengaruhi efisiensi pada BU di Aceh.

Kinerja intermediasi BPR/BPRS di Aceh mengalami akselerasi dengan pembiayaan pada Agustus 2023 tumbuh sebesar 19,14 persen (yoy) menjadi Rp682 miliar sementara DPK sedikit mengalami penurunan sebesar 1,01 persen (yoy) menjadi Rp544 miliar.

Rasio pembiayaan (Financing to Deposit Ratio/FDR) BPR/S di Aceh pada Agustus 2023 senantiasa optimal mencapai 125,45 persen dengan rasio NPF sebesar 8,32 persen, di mana rasio NPF tersebut selalu lebih rendah dibandingkan dengan rasio NPF BPR/BPRS nasional sebesar 9,86 persen.

Porsi pembiayaan Modal Kerja sebesar 54,69 persen dari total pembiayaan (Juli 2023: 54,05 persen), diikuti dengan Konsumsi sebesar 30,35 persen (Juli 2023: 29,43 persen) dan Investasi sebesar 16,77 persen (Juli 2023: 16,52 persen). Selanjutnya, porsi penyaluran BPR/S kepada UMKM tercatat sebesar 79,28 persen (Juli 2023: 77,69 persen) dan kepada non-UMKM sebesar 22,53 persen (Juli 2023: 22,32 persen).

Berdasarkan lapangan usaha, porsi terbesar masih didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar 33,29 persen (Juli 2023: 33,23 persen), diikuti oleh sektor bukan lapangan usaha lainnya serta rumah tangga sebesar 29,81 persen (Juli 2023: 29,44 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 8,84 persen (Juli 2023: 9,03 persen).

OJK Aceh terus mengingatkan BPR/BPRS agar melakukan penguatan permodalan dan pemenuhan modal inti minimum sehingga dapat berkompetisi dengan lebih baik.

“Bagi BPR/BPRS yang tidak dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp6 miliar sampai dengan batas waktu yang ditentukan (BPR sampai dengan akhir 2024 dan BPRS sampai dengan akhir 2025), maka OJK dapat memerintahkan BPR/BPRS dimaksud untuk melakukan penggabungan atau konsolidasi dengan BPR/BPRS lainnya,” kata Kepala OJK Aceh, Yusri dalam keterangannya, Senin (30/10).

Related posts