Warga Tamiang Divonis Hukuman Mati Terkait Penyelundupan 250 Kg Sabu dari Malaysia

Ilustrasi, pengadilan.

(KANALACEH.COM) – Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) menjatuhkan hukuman mati kepada warga Aceh Tamiang, Gustami (29). Terdakwa dinilai terbukti menyelundupkan 250 kg sabu jaringan internasional.

Kasus bermula saat Gustami dikontak Teuku (buron) untuk mengambil sabu di tengah laut menggunakan speedboat di Selat Malaka. Estafet narkoba antarnegara itu dilakukan pada 13 Februari 2023. Pada waktu yang ditentukan, dua pelaku mendekati speedboat Gustami dan sabu seberat 250 kg berpindah boat.

Gustami langsung tancap gas speedboat-nya ke arah Aceh. Narkotika yang disarukan menggunakan bungkus teh itu lalu dibawa lewat darat ke Jakarta menggunakan truk. Ternyata tindak-tanduk Gustami terendus aparat dan ia ditangkap. Gustami lalu diproses secara hukum dan diadili di PN Jakbar.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Gustami alias Agus bin Rusli dengan pidana mati,” demikian bunyi putusan PN Jakbar yang dilansir website-nya, Selasa (14/11/2023).

Duduk sebagai ketua majelis Sutarno dengan anggota Muhammad Irfan dan Sapto Supriyono. Majelis menilai perbuatan terdakwa dapat berakibat rusaknya pembinaan generasi muda dan bertentangan dengan semangat pemerintah dalam melakukan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

“Terdakwa terindikasi terlibat dalam jaringan narkotika internasional. Keadaan yang meringankan tidak ada,” ucap majelis mempertimbangkan mengapa menjatuhkan hukuman mati.

PN Jakbar menyatakan hukuman mati masih perlu dipertahankan di Indonesia dengan alasan perlindungan masyarakat, untuk mencegah kejahatan berat, demi keadilan dan persatuan Indonesia, terutama bagi kasus tindak pidana peredaran narkotika.

Merupakan salah satu langkah yang tepat dilakukan negara untuk mengeksekusi para pengedar narkoba yang dapat merusak generasi bangsa, dan pemberian hukuman mati bagi kasus tindak pidana peredaran narkotika merupakan salah satu langkah yang tepat dilakukan negara untuk mengeksekusi para pengedar narkoba yang dapat merusak generasi bangsa.

“Serta penerapan hukuman mati bagi para terdakwa kasus narkoba tidak bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab, berdasarkan Undang-Undang Narkotika, jelas tercantum bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati,” beber majelis PN Jakbar.

PN Jakbar menyebut kaum abolisionis mendasarkan argumennya bahwa hukuman mati merupakan bentuk hukuman yang merendahkan martabat manusia dan bertentangan dengan hak asasi manusia, dan belum ada bukti ilmiah konklusif yang membuktikan korelasi positif antara hukuman mati dan penurunan tingkat kejahatan narkoba. Sedangkan kelompok retensionis, yang mendukung hukuman mati, dengan alasan utama adalah hukuman mati memberi efek cegah terhadap penjahat potensial kejahatan narkoba, sebab bila menyadari akan dihukum mati, penjahat demikian setidaknya akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan narkoba.

“Kaum retensionis juga menolak pendapat kelompok abolisionis yang mengatakan hukuman mati (terhadap penjahat narkoba) bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berpendapat justru kejahatan narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang menistakan perikemanusiaan. Kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan yang merenggut hak hidup tidak hanya satu orang, melainkan banyak manusia,” beber majelis dalam pertimbangannya. [detik]

Related posts