Ketua BRA Tersangka Korupsi Bantuan Korban Konflik Hadiri Peringatan HDA

Ketua BRA Suhendri (baju batik biru hitam motif daun) menghadiri Hari Damai Aceh ke 19. (ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri yang jadi tersangka kasus korupsi pengadaan budidaya ikan kakak dan pakan rucah untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur tahun 2023, terlihat menghadiri perayaan 19 tahun Hari Damai Aceh ke 19 di Taman Sari, Banda Aceh pada Kamis, 15 Agustus 2024.

Suhendri hadir dengan menggunakan pakaian kemeja panjang tangan warna biru hitam bermotif bunga dan celana hitam duduk di barisan paling depan. Usai kegiatan Suhendri irit bicara soal kasus hukum yang menimpanya.

BACA: Kejati Periksa Tersangka Korupsi Pengadaan Ikan Kakap di BRA Sebagai Saksi

“Nanti itu biar hukum yang berproses,” kata Suhendri kepada wartawan usai pelaksanaan Hari Damai Aceh ke-19.

Ia juga bicara soal hak-hak untuk eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) termasuk pembagian tanah sebanyak 2 hektare per orang ke mantan kombatan.

Diketahui, Suhendri bersama dua pejabat di BRA dan satu rekanan sudah ditetapkan jadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Aceh pada pertengahan Juli lalu.

Mereka terjerat dalam kasus pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah ini yang merupakan program usulan BRA bagi korban konflik di wilayah Aceh Timur. Pengadaan ini senilai Rp15,7 Miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) tahun 2023.

Dalam kontrak kerja pengadaan itu disebutkan ada 9 kelompok yang jadi sasaran penerima. Namun dalam pelaksanaannya, para ketua kelompok tidak pernah menerima bantuan dari BRA. Mereka rata-rata hanya menerima sejumlah uang tunai yang bervariasi dan tidak dalam bentuk bibit ikan.

“Diperoleh fakta ke- 9 kelompok tidak ada menerima bantuan bibit ikan kakap dan pakan rucah serta tidak ada menandatangani berita acara serah terima (fiktif) sehingga tidak sesuai dengan ketentuan,” ujar Ali Rasab.

Dari hasil penghitungan kerugian negara oleh auditor ditemukan terhadap hasil pekerjaan sama sekali tidak diterima oleh penerima manfaat. Padahal pencairan yang masuk ke rekening perusahaan senilai Rp 15,3 Miliar setelah dikurangi potongan infaq dan PPh.

Kini kasus tersebut masih ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Aceh.

Related posts