Raker dengan Disbudpar, DPRA Sorot Retribusi ‘Liar’ di Lokasi Wisata

DPRA Raker dengan Disbudpar. (ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat kerja dengan mitranya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, di ruang rapat Komisi VI DPRA, Selasa, 17 Desember 2024.

Dalam rapat kerja ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memaparkan realisasi anggaran tahun 2024 serta rencana APBA 2025.  Salah satu poin utama yang dibahas adalah tantangan dan peluang yang dihadapi sektor pariwisata Aceh.

Dalam rapat itu, Almuniza mengusulkan perlunya lebih banyak event bertaraf internasional yang dapat mempromosikan Aceh di kancah global. Ia menggarisbawahi pengakuan 68 warisan budaya nasional, seperti Tari Saman dan Hikayat Aceh, yang menjadi daya tarik utama dalam wisata budaya Aceh.

“Aceh menawarkan pengalaman wisata yang unik. Di Banda Aceh, beberapa hotel bahkan menyediakan layanan kendaraan bagi jamaah untuk salat subuh di Masjid Raya Baiturrahman,” kata Almuniza Kamal.

Almuniza menekankan pentingnya meningkatkan promosi wisata Aceh baik melalui media cetak maupun elektronik, serta memastikan kenyamanan para wisatawan. Hal ini, menurutnya, akan mendukung nilai budaya “pemulia jamee” yang selaras dengan syariat Islam.

Kata dia, Aceh yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya menghadapi tantangan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang lebih baik, mulai dari fasilitas umum hingga kebersihan lokasi wisata.

Ketua Komisi VI DPRA, Tgk Agam, menyoroti peran vital pariwisata dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Sabang. Ia menekankan bahwa Sabang, sebagai destinasi wisata unggulan, membutuhkan promosi yang lebih masif di tingkat internasional.

“Sabang memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata, baik untuk wisatawan domestik maupun mancanegara. Kami meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh untuk bekerja lebih keras dalam mendukung promosi ini,” ujar Tgk Agam, yang juga anggota dewan dari Dapil 1 yang meliputi Kota Sabang, Aceh Besar, dan Banda Aceh.

Mantan Wali Kota Sabang ini juga menekankan pentingnya melibatkan pelaku wisata lokal agar sektor UMKM dapat berkembang dan menopang ekonomi masyarakat sekitar.

Sementara itu, anggota Komisi VI, Syahrul Nurfa mengangkat isu mengenai pengelolaan objek wisata yang sering menjadi keluhan masyarakat, terutama terkait retribusi yang dikenakan di lokasi wisata, seperti kawasan Lhoknga.

Ia meminta agar hal ini diperjelas, apakah dana yang terkumpul masuk ke kas daerah atau ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan retribusi tersebut untuk kepentingan pribadi.

Rapat ini juga menyoroti pentingnya perhatian terhadap kebersihan dan fasilitas di lokasi wisata. Para anggota Komisi VI meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh untuk lebih serius dalam memperhatikan keberadaan mushalla, tempat wudhu, dan toilet di destinasi wisata.

“Tantangan terbesar kita adalah menjaga keberlanjutan promosi wisata Aceh. Aceh harus dapat bersaing di tingkat global, namun tetap mengedepankan nilai-nilai syariat Islam yang menjadi identitas kita,” ujar Tgk Agam.

Related posts