(KANALACEH.COM) – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) buka suara polemik perebutan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil antara Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh.
Menurutnya, keempat pulau itu secara historis masuk dalam wilayah administrasi Aceh berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1956, yang mengatur pemisahan Aceh dari wilayah Sumut.
Baca: Mualem Soal 4 Pulau Sengketa Aceh-Sumut: Itu Milik Aceh, Kami Punya Data
“Di UU tahun 1956, ada UU tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno yang intinya adalah, dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara, banyak residen. Kemudian Presiden, karena kemudian ada pemberontakan di sana, DI/TII, maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus,” ujar JK saat diwawancarai di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).
Beleid tersebut, kata JK, juga menjadi acuan dan rujukan saat pemerintahan Indonesia menandatangani perjanjian Helsinki dengan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005.
Ketika itu, JK selaku Wakil Presiden RI mendorong adanya dialog untuk menyelesaikan konflik dengan GAM dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Karena banyak yang bertanya, membicarakan tentang pembicaraan atau MoU di Helsinki. Karena itu saya bawa MoU-nya. Mengenai perbatasan itu, ada di poin 1.1.4, yang berbunyi ‘Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ungkap JK.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten yang ada, berapa itu kabupatennya, itu. Jadi formal,” kata JK.
JK pun lantas menyinggung keputusan pemerintah menetapkan keempat pulau tersebut sebagai wilayah Sumut karena persoalan jarak yang lebih dekat. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa serta-merta menjadi rujukan karena ada aspek sejarah yang juga harus dipertimbangkan.
“Dalam sejarahnya, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil. Itu secara historis, sudah dibahas di Kompas oleh tulisannya siapa lupa, bahwa itu secara historis memang masuk Aceh, Aceh Singkil,” ungkap JK.
“Bahwa letaknya dekat Sumatera Utara itu biasa. Contohnya di Sulawesi Selatan, ada pulau yang dekat NTT, tapi tetap Sulawesi Selatan, walaupun dekat juga NTT. Itu biasa,” pungkasnya. [Kompas]