Yang Disukai, Tidak Selalu Membahagiakan

Embun Penyejuk

TIDAK setiap yang engkau sukai itu pasti membahagiakanmu, sebagaimana tidak semua yang engkau benci itu membuatmu sedih menderita. Pisau di tanganmu yang begitu engkau sukai untuk digunakan dalam pekerjaan sehari-harimu sangat sering juga melukai dirimu, sebagaimana obat atau jamu yang engkau benci karena rasanya yang pahit getir ternyata sering menjadi perantara sehat dan cerianya dirimu.

Ungkapan bijak diatas menjadi ‘guru’ kehidupan kita. Tetaplah waspada dan fokuslah pada hikmah. Yakinlah bahwa semua yang ada di sekitar kita memiliki makna atau hikmah sepanjang kita mampu menyikapi atau menggunakannya dengan baik, dengan niat baik dan tujuan yang baik.

Kepahitan-kepahitan hidup akan menjadi nikmat dan menyegarkan ketika dijalani dan disikapi dengan baik, seperti dengan menambahkan syukur di balik sabar. Bukankan kopi yang pahit menjadi nyaman dan nikmat ketika ditambahi sedikit gula?

Hati-hati dengan manisnya kehidupan. Seringkali para penikmatnya menjadi lena dan tenggelam dalam manis itu dan kemudian mati tanpa makna. Lihatlah semut-semut yang mati sia-sia dalam minuman manis yang disukainya. Matinya bukan dikenang, melainkan dicaci maki oleh pemilik minuman itu. Semut-semut itu lalu dibuang bersama minuman manis itu, keduanya menjadi tak berguna dan bermakna lagi.

Bacalah kaidah umum kehidupan, renungkan petuah para tetua yang telah menikmati manis asamnya kehidupan. Yang paling penting adalah jangan jauhkan firman Allah sebagai pemilik dan pengatur alam kehiduan kita, jangan lupakan apa yang disabdakan dan dilakukan manusia terbaik sebagai teladan kita, Nabi Muhammad SAW.

Pengetahuan, keyakinan dan semangat kita untuk mengikuti petuah, nilai dan ajaran seperti yang disebutkan itu sungguh akan menjadikan kita tak tergantung pada manis dan pahit, nyaman dan tak nyaman. Semuanya berhikmah. []

Sumber: mozaik.inilah.com

Related posts