Sultan Manshur Syah, Pelopor Kebangkitan Aceh Abad XIX

Ibrahim Mansur Syah, Pelopor Kebangkitan Aceh Abad XIX
Makam Paduka Sri Sultan 'Alaiddin Manshur Syah bin Sultan Jauharul 'Alam Syah, Baperis, Banda Aceh. Foto: Mapesa Aceh

Pasal 3

Berkenaan dengan perlindungan dan bantuan, juga terhadap kapal-kapal dan perahu dan apapun juga pengangkutan lautnya dan berkenaan dangan hak berdagang dan perkapalan, maka Rakyat Gubernamen Hindia Belanda dan Sultan Aceh disamakan dengan bangsa sahabat-sahabat yang lebih diuntungkan pada Segala pelabuhan-pelabuhan baik di Gubernamen Hindia Belanda maupun diwilayah Sultan Aceh.

Segala kepala dan pegawai dari pelabuhan dan bandar-bandar akan mandapat tugas dengan sabaik-baiknya dan sedapat mungkin memberi bantuannya kepada Rakyat yang bersangkutan, kepada kapal dan perahunya, terutama supaya Rakyat itu jangan terhalang daripada mengantarkan dan mambongkar segala barang-barang dagang yang diangkutnya demikian juga atas segala bantuan dan perbekalan atau air yang diperlukannya, Berkenaan dengan ini adalah sesuai dengan tujuan untuk membangkitkan dagang, perkapalan dan kebolehan antara Rakyat kedua pihak.

Pasal 4

Gubernamen Hindia Belanda dan Sri Sultan Aceh melepaskan segala tuntutannya dan claimnya yang tumbuh sebelum perjanjian ini atas segala pertikaian baik dengan jalan apapun.

Pasal 5

Seterusnya Gubernamen Hindia- Belanda dan Sri Sultan telah semufakat untuk mencegah sekeras-kerasnya dengan jalan apapun yang ada padanya supaya tidak ada lagi kesempatan melakukan pembajakan dan pembunuhan manusia didaerah masing-masing yang dikuasai mereka.

Pasal 6

Kedua belah pihak berjanji akan memberikan bantuan kepada kapal-kapal dari masing- masing pihak yang terdampar.

Pasal 7

Kedua belah pihak telah memahami dangan baik bahwa untuk memudahkan perhubungan antara keduanya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, diwakili oleh Gubernur Sumatera Barat.

Pasal 8

Jika tumbuh barang sesuatu yang hendak diselesaikan terhadap sesuatu salah paham, maka kedua belah pihak bersetuju untuk menyelesaikan dengan jalan damai.

Pasal 9

Perjanjian ini berlaku pada waktu dia disyahkan oleh Gubernur Jenderal di Betawi.

Perjanjian dimaksud ini telah disyahkan dengan beslit Gubernur Jenderal Pada tanggal 9 Mei 1857 M No.7. Segera juga dikirimkan ke negeri Belanda untuk dibicarakan dan disyahkan dalam dan oleh Staten General (parlemen Belanda). Surat-Surat 1857/1858 M No. XXXV-6. Perjanjian ini masuk dalam lampiran “Handelingen” 1857/1858 M hal, 85.

***

Related posts