Sultan Manshur Syah, Pelopor Kebangkitan Aceh Abad XIX

Ibrahim Mansur Syah, Pelopor Kebangkitan Aceh Abad XIX
Makam Paduka Sri Sultan 'Alaiddin Manshur Syah bin Sultan Jauharul 'Alam Syah, Baperis, Banda Aceh. Foto: Mapesa Aceh

Tidak lama sesudah perlawanan Asahan berhasil dipatahkan, Sultan Serdang akhirnya menandatangani pengakuan setia kepada Belanda, dengan syarat wilayah Denai, Percut dan Sungai Tuan menjadi wilayah Serdang kembali.

***

Perjanjian Belanda-Aceh pada tahun 1857 M yang isinya sangat jelas mengikat kaki Belanda agar tetap menjaga baik hubungan dengan Aceh dan tidak boleh menjajahnya, bagi Belanda rupanya itu hanya dimanfaatkan untuk mengulur waktu. Sebab setelah perjanjian itu disepakati dengan mudahnya Belanda menginjak kedaulatan Aceh di pesisir Sumatera Timur bahkan di tahun 1873 M Belanda menyerang wilayah inti Kerajaan Aceh.

Akhirnya di tahun 1870 M Sultan ‘Alaiddin Manshur Syah pun mangkat. Dua orang puteranya laki-laki telah lehih dulu meninggal dunia, menyebabkan ia tidak mempunyai ahli waris pengganti tahta Kerajaan. Karena itu para pembesar kerajaan yang berwenang bermufakat dan memutuskan, Tuanku Mahmud putera Sultan Ali Iskandar Syah, naik tahta. Umur Tuanku Mahmud waktu itu masih sekitar 14 tahun.

Sumber:
– H.M.Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara
– H.M.Said, Aceh Sepanjang Abad
– H.M.Nur El Ibrahimy, Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh

Penulis : Muhajir
Saat ini aktif dalam Organisasi Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh)

Related posts