Aceh Jaya Kembangkan Wisata Alam Gampong Gajah

Patroli Gajah untuk mengantisipasi konflik petani lokal dengan kawanan gajah liar di Bireuen (foto: mongabay.com)
Patroli Gajah untuk mengantisipasi konflik petani lokal dengan kawanan gajah liar di Bireuen (foto: mongabay.com)

Calang (Kanal Aceh) Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, sedang merintis pengembangan wisata alam Gampong Gajah (Desa Gajah) Sumatera sebagai upaya mendekatkan masyarakat bersahabat dengan alam.

Bupati Aceh Jaya Azhar Abdurrahman di Calang mengatakan, rencana pengembangan wisata alam tersebut tentunya mendapat dukungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang akan menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana.

“BKSDA yang akan menyiapkan fasilitas sarana dan promosi ‘wisata alam gampong gajah’ melalui media terus kita lakukan untuk meningkatkan kunjungan pihak yang suka dengan habitat hutan Gajah Sumetera silakan kunjungi CRU Ie Jeurengeh Aceh Jaya,” katanya usai peresmian Base Camp Conservations Response Unit (CRU) Ie Jeueungeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya sebagaimana dikutip Antara (24/12).

Menurut dia, konflik satwa gajah dengan manusia sangat rentan terjadi di kawasan perkampungan berjarak sekitar 16 kilometer dari jalan lintas Provinsi Aceh tersebut, kondisi itu harus ditanggulangi untuk dimanfaatkan dengan lebih baik.


Baca juga:

Gajah Betina di Aceh Timur Ditemukan Mati Kena Setrum

KPBA Rumuskan Penanganan Konflik Manusia dan Satwa


Dengan adanya pengelolaan yang baik, maka diyakini akan mampu menjadi salah satu aset pendapatan daerah serta pengembangan ekonomi masyarakat pedalaman yang selama ini merasakan penderitaan akibat konflik dengan satwa.
Kata Azhar, suatu kawasan yang didiami oleh satwa gajah yang biasa disebut dalam bahasa Aceh “teungku rayek“, maka tempat tersebut mendapat sebuah keberkahan, hanya saja apabila terjadi perselisihan dengan masyarakat harus ada sebuah penyelesaian yang arif.

gajah hidup di hutan yang memang merupakan habitat alaminya, sementara masyarakat juga membutuhkan area untuk pengembangan usaha perkebunan maupun pemukiman penduduk, karena itu solusinya harus ada pihak yang menjadi juru runding.

“CRU inilah yang kita harapkan menjadi juru runding masyarakat dengan gajah, pada akhirnya terjalin perdamaian sehingga bisa hidup berdampingan. Bila masyarakat lokal sudah berdamai dengan satwa gajah tentunya ini menjadi modal, orang lain juga akan datang untuk melihat dan bersahabat dengan satwa yang ada di sini,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, berkenaan dengan pengelolaan wisata alam gampong gajah ini dikalaborasikan, pemda mempersiapkan berbagai kebutuhan fasilitas infrastruktur jalan dan sebagainya, sementara BKSDA tentunya menjadi garda terdepan.

Selain itu dirinya juga berharap ada dunia usaha lain terutama yang bergerak di sektor perkebunan seperti yang diwujudkan oleh PT Astra Agro Lestari, investor lain juga diharapkan dapat menyusul untuk mewujudkan kepedulian terhadap keseimbangan lingkungan tentunya dengan ikut serta dalam menjaga pengendalian satwa gajah.

Dengan adanya kepedulian, maka manajemen perkebunan pun akan merasa nyaman tidak terganggu dalam aktivitas karena konflik satwa, demikian halnya pemerintah dan masyarakat tidak dirugikan akibat konflik demikian.

Azhar menyampaikan, persoalan konflik masyarakat dan satwa dilindungi Undang-Undang tersebut selama sedikit banyak sudah merugikan kedua belah pihak, ada gajah yang mati demikian juga manusia ada yang korban jiwa serta harta benda tidak ternilai.

“Harapan kita kalau bisa CRU yang sudah ditempatkan, mereka tinggal di sini masyarakat dapat datang melihat setiap saat gajah-gajah bermain. Di sini juga dapat menjadi tempat edukasi bersahabat dengan alam,” katanya menambahkan. (Antara)

Related posts