Guru yang dicukur Rambutnya Bisa Saja Mendapat Ganti Rugi 100juta

Guru yang dicukur Rambutnya Bisa Saja Mendapat Ganti Rugi 100juta
photo By SHUTTERSTOCK

Jakarta – Guru SD di Majalengka, Jawa Barat, Aop Saopudin mengalami peradilan sesat. Ia dihukum percobaan karena dinilai melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada siswanya. Aop sendiri dibebaskan di tingkat kasasi. Apa hak Aop atas apa yang dialaminya?

Kasus bermula saat guru honorer SDN Penjalin Kidul V itu melakukan razia rambut gondrong di kelas III pada 19 Maret 2012. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS.

Mendapati rambut gondrong ini, Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan. Sepulang sekolah, THS menceritakan hukuman disiplin itu ke orang tuanya, Iwan Himawan.

Atas laporan itu, Iwan tidak terima dan mendatangi sekolahan. Iwan marah-marah dan mengancam balik Aop. Sang guru lalu dicukur balik rambutnya oleh Iwan sebagai balasan.

Tidak hanya sampai di situ, Iwan juga mempolisikan Aop. Mau tidak mau, pahlawan tanpa tanda jasa itu harus berurusan dengan kepolisian dan jaksa. Teman-teman Aop tidak terima dan mempolisikan balik Iwan.

Aop yang seharusnya merasa aman dan memiliki kebebasan akademik dalam mengajar akhirnya mengalami gegar hukum. Ia harus bolak-balik ke kantor polisi dan kejaksaan.

Terakhir, ia harus duduk di kursi pesakitan menghadap meja majelis hakim dengan pasal berlapis: diskriminasi terhadap anak, penganiayaan terhadap anak dan perbuatan tidak menyenangkan.

Tapi apa daya, tepat pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2013, Aop dinyatakan bersalah telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan berupa memotong rambut siswanya yang melanggar disiplin.

Di hari di mana negara menghargai peran besar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, Aop malah harus menelan pil pahit dari negara. Aop diganjar hukuman percobaan yaitu selama 6 bulan tidak boleh berbuat pidana, jika berbuat pidana maka langsung dibui 3 bulan penjara.

Anehnya, putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada 31 Juli 2013. Sempurna sudah ‘peradilan sesat’ yang dialami Aop yaitu dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan tingkat pertama dan pengadilan banding.

Hingga akhirnya palu hakim agung memvonis sebaliknya. Mahkamah Agung (MA) membalik keadaan dan menyatakan bahwa perbuatan Aop tidak salah. Aop haruslah bebas karena yang dilakukannya adalah dalam kerangka akademik.

Pada 6 Mei 2014, hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono membebaskan Aop. Ketiganya membebaskan Aop karena sebagai guru, Aop mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa.

Apa yang dilakukan Aop dianggap hakim sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.

“Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ujar majelis kasasi sebagaimana dikutip dari website MA, Minggu (3/1/2016) sumber (detik).

Related posts