IdeAS: APBA/APBK Harus Pro Rakyat Miskin

diterjang-badai-angin-kencang_20150701_085738
Ilustrasi Kemiskinan (aceh.tribunnews.com)

Banda Aceh (Kanal Aceh) – Lembaga Kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) yang mengkaji Data Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskinan di Aceh periode September 2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen). Sementara dari 34 provinsi di Indonesia, Aceh menempati urutan ketujuh provinsi termiskin, di bawah Nusa Tenggara Barat (16,54 persen).

IDeAS menyimpulkan dari Data Sosial Ekonomi BPS bahwa tingkat kemiskinan di Aceh periode September 2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen), dari 34 provinsi di Indonesia, Aceh menempati urutan ke tujuh provinsi termiskin, di bawah Nusa Tenggara Barat (NTB) (16,54 persen). Tiga provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada September 2015 masing-masing yaitu; Papua 28,40 persen, Papua Barat 25,73 persen, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 22,58 persen.

Direktur IdeAS, Munzami Hs dalam rilisnya kepada media mengatakan kemiskinan Aceh masih jauh di atas rata-rata nasional, yaitu 11,13 persen. Berdasarkan data BPS Aceh, per September 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 859 ribu orang (17,11 persen), atau bertambah sebanyak 8 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang jumlahnya 851 ribu orang (17,08 persen).


Bac juga:

BPS: Penduduk Miskin Aceh Capai 859 Ribu Orang

Dalam Setahun, Warga Miskin Akan Terima Raskin 14 Kali


“Kondisi tingginya angka kemiskinan ini merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat Aceh yang masih terjerat dengan persoalan kemiskinan. Jika dibandingkan dengan aliran dana APBA (Anggaran Pendapatan Belanja Aceh) belasan triliun yang mengalir ke Aceh setiap tahun nyatanya belum berdampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan,” kata Muzami.

Menurut Munzami, bila APBA/APBK ataupun dana Otonomi Khusus (Otsus) tidak dikelola dengan profesional dan sesuai skala prioritas, maka akan berdampak lebih buruk terhadap kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan. Karena kata Munzami, mulai tahun 2023 mendatang Aceh hanya akan menerima 1 persen dana Otsus dari Dana Alokasi Umum (DAU nasional). Saat ini, aliran dana Otsus sebesar 2 persen tersisa 7 tahun lagi hingga tahun 2022 dari total 20 tahun dana Otsus yang akan diterima Aceh, yaitu sejak 2008 – 2027.

“Kita berharap semoga kebijakan anggaran yang sedang dibahas oleh eksekutif dan legislatif di Aceh untuk tahun anggaran 2016 ini berorientasi terhadap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Semoga APBA/APBK benar-benar berpihak dan pro rakyat miskin,” harap Munzami. []

Related posts