Perajin Aceh Selatan butuh akses pasar

Perajin Aceh Selatan butuh akses pasar
Seorang pengrajin pembuatan Pelaminan adat khas Aceh Selatan, sedang menyulam kasap Ambak Lidah menggunakan benang emas di tempat usaha Kelompok Indah Usaha, Desa Air Sialang Hilir, Kecamatan Samadua. FOTO : antaranews.com

Tapaktuan (KANALACEH.COM) – Para perajin pembuatan pelaminan dari sulaman benang emas khas Aceh Selatan butuh perhatian pemerintah karena kekurangan modal dan sulitnya memasarkan produk yang telah dihasilkan.

Maisuri, salah seorang anggota Koperasi Industri Kerajinan (Kopinkra) Indah Usaha di Tapaktuan, Sabtu menyatakan, para perajin mengalami kendala modal dalam mengembangkan usaha kerajinan rumah tangga yang digeluti sejak belasan tahun untuk membantu perekonomian keluarga.

Kelompok usaha yang dikelola sebanyak 7 orang ibu ramah tangga tersebut khusus memproduksi kebutuhan pelaminan adat khas Aceh Selatan.

Ia mengaku sudah belasan tahun menggeluti usaha kerajinan rumah tangga tersebut, namun sampai saat ini belum ada upaya Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh memberikan modal untuk mengembangkan usaha secara lebih luas lagi.

“Untuk membuat satu set pelaminan khas Aceh Selatan, kami membutuhkan modal mencapai Rp60 juta lebih. Dengan besarnya modal yang dibutuhkan, secara otomatis produksi yang mampu kami hasilkan sangat terbatas, sebab  jika stok pelaminan antara satu atau dua saja belum laku terjual, maka usaha langsung terhenti sebab modal sudah habis,” katanya, seperti diberitakan oleh aceh.antaranews.com

Maisuri menjelaskan, selain persoalan keterbatasan modal, pihaknya juga mengeluhkan terkait terbatasnya pemasaran produk yang dihasilkan.

Sebab, selama ini produksi yang mereka hasilkan hanya mampu terjual di tingkat Kecamatan Samadua dan paling jauh baru selevel kabupaten.

Menurutnya, terbatasnya upaya pemasaran hasil produk kerajinan pelaminan adat khas Aceh Selatan itu, disebabkan minimnya upaya promosi yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait.

Karena itu, pihaknya mengharapkan kepada Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh melalui dinas terkait, segera mengucurkan bantuan modal usaha kepada perajin, sehingga usaha tersebut dapat dikembangkan secara lebih luas lagi.

“Usaha ini kami geluti, semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga. Karena dengan keterbatasan penghasilan suami, kami dapat menutupinya sehingga anak-anak kami dapat bersekolah dan kuliah serta kebutuhan hidup sehari-hari dapat tercukupi,” ungkapnya.

Disamping itu, pihaknya juga mendorong Pemkab Aceh Selatan untuk meningkatkan upaya promosi produk kerajinan tangan rumah tangga yang dihasilkan masyarakat setempat, sehingga dengan demikian upaya pemasaran produk dapat diperluas lagi dengan tidak hanya terfokus dalam daerah namun bisa tembus ke luar daerah bahkan mancanegara.

“Sebenarnya dari segi peminat, produk pelaminan adat khas Aceh Selatan ini cukup banyak diminati  konsumen luar daerah sebab memiliki cirikhas tersendiri yang jauh berbeda dengan produk lainnya. Namun karena keterbatasan modal, sehingga hasil produksinya terbatas sehingga pemasaran hanya berkutat dalam daerah,” katanya.

Maisuri menjelaskan, untuk pembuatan satu set pelaminan, biasanya membutuhkan waktu selama 8 bulan. Sebab satu set yang khusus diperuntukkan acara perkawinan adat Aceh itu, banyak item yang harus dibuat seperti beberapa lembar ambak lidah, tirai, meracu, dalangsi, bantal susun lengkap dengan kipas, bantal gadang, payung, seprai, tilam dan lengkap dengan langit-langit.

Dalam pembuatan setiap item rangkaian dari pelaminan tersebut, sambungnya, membutuhkan waktu selama berbulan-bulan, seperti untuk pembuatan ambak lidah, motif khas Aceh Selatan yang menghiasi produk tersebut, terlebih dulu digambar oleh ahli yang membidangi motif tersebut.

Setelah selesai digambar, baru disulam dengan menggunakan benang emas serta berbagai jenis benang lainnya.

Yang mengakibatkan proses pembuatan produk tersebut lebih lama, selain dikarenakan bahan benang emas yang harus dipesan dari luar negeri (Singapura dan India) juga karena perajin yang dipekerjakan di tempat usaha mereka hanya sebanyak 36 orang, itupun mayoritasnya berasal dari pelajar dan mahasiswa.

“Jika benang emas itu habis maka kami harus memesannya dari luar negeri sebab benang jenis itu tidak tersedia dalam negeri, dalam pemesanan barang itu membutuhkan waktu lama. Termasuk para perajin yang dipekerjakan juga sangat terbatas dan mayoritasnya berasal dari pelajar dan mahasiswa yang bekerja sambil menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal,” ujarnya.

Related posts