Peneliti Jepang Teliti Etnis Rohingya di Aceh Utara

Peneliti Jepang Teliti Etnis Rohingya di Aceh Utara
Etnis Rohingya di Aceh Utara (Reuters)

Lhokseumawe (KANALACEH.COM) – Tiga peneliti dari Jepang berkunjung ke barak pengungsi imigran Rohingya di Blang Adoe, Kabupaten Aceh Utara untuk meneliti kehidupan etnis Rohingya yang terdampar tahun lalu di perairan Aceh.

Media Relation Komite Nasional Untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) Zainal Bakri di Lhokseumawe mengatakan keberadaan tiga peneliti tersebut ditambah satu orang wartawan dari NHK Jepang, selama dua hari 5-6 Februari 2016.

Ketiga peneliti Jepang bernama Akiko Horiba, Mariko Hayashi, Fumiko Okamtoto, dan wartawan NHK bernama Yuko Aizawa.

Para peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam tentang konflik yang diderita para pengungsi Rohingya serta penanganan mereka setelah tiba di Aceh.

Selain di Desa Blang Adoe, Aceh Utara, para pengungsi Rohingya juga ditampung di Bayeun, Aceh Timur, Kuala Langsa dan Lhok Bani, Kota Langsa.

Selama berada di barak pengungsian etnis Rohingya di Blang Adoe, para peneliti mewawancarai sejumlah pengungsi untuk mendapatkan informasi sebenarnya tentang kisah perjalanan.
“Serta para relawan yang selama ini terlibat dalam penanganan pengungsi Rohingya juga ikut diwawancarai secara mendalam,” ungkap Zainal Bakri, Sabtu (6/2).

Sebutnya, selain tiga peneliti dari Jepang, pada waktu bersamaan juga datang dua peneliti dari The Habibie Center, masing-masing bernama Johari Efendi dan Sopar Peranto yang juga meneliti tentang masalah etnis Rohingya.

“Mereka datang dengan pesawat yang sama pada Jumat (5/2) sore kemarin. Begitu mendarat, mereka langsung minta dibawa ke ICS,” kata Zainal Bakri.

Kesemua peneliti dari SPF Jepang dan The Habibie Center yang datang ke ICS, memfokuskan penelitiannya tentang konflik dan perdamaian.

Kedatangan peneliti Jepang ke lokasi pengungsi Rohingya di Aceh menujukkan bahwa isu tentang Rohingya masih terus bergulir di kancah internasional.

Diharapkan perhatian besar dunia mempercepat penanganan Rohingya ke depan, baik yang masih berada di Myanmar maupun yang sudah menjadi pencari suaka.

“Sebelumnya sejumlah peneliti dari Australia dan Malaysia juga berkunjung ke ICS Blang Adoe untuk kegiatan serupa,” terang Zainal Bakri. [Antara]

Related posts