Melestarikan tradisi tari sejak dini

Melestarikan tradisi tari sejak dini
Ilustrasi penari bocah Aceh (Antara Foto)

Lhokseumawe (KANALACEH.COM) – Sejumlah bocah perempuan berkumpul di atas panggung Aula Pendopo Bupati Aceh Utara, Minggu (21/2). Seorang remaja lincah memberikan instruksi.

Para bocah perempuan ini serius mendengarkan instruksi itu. Sesekali, tangan mereka bergerak mengikuti gerakan yang diperagakan pelatih. Di sinilah, saban Sabtu dan Minggu, mereka berlatih.

Sanggar ini dulunya mendidik remaja dewasa untuk menjadi penari. Sepanjang tiga tahun terakhir, sanggar itu fokus mendidik anak usia dini untuk seni tari tradisional Aceh.

Sejumlah anak pun belajar tarian Ranup Lampuan, Pemulia Jamee, Likok Pulo dan tari tradisional lainnya di Aceh. “Saya senang bisa belajar menari di sini,” sebut Sarifah.

Bocah perempuan berusia tujuh tahun ini memperagakan beberapa gerakan tari. Dia tampak bersemangat. “Kami diajarkan bahwa tari ini melestarikan tradisi. Bukan sekadar hobi saja,” kata Syarifah.

Pendapatnya ditimpali Assifa, bocah cilik lainnya. Bagi Assifa, menari adalah kesenangan untuk melestarikan budaya. “Cita-cita saya jadi dokter. Bukan jadi penari,” sebut Assifa tersenyum malu-malu.

Sementara itu, pembina sanggar tersebut, Cut Ratna Irawati menyebutkan dirinya serius mengembangkan seni tari untuk anak-anak berusia sekolah dasar.

Sekali waktu, sambung Cut Ratna, mereka tampil di acara-acara pemerintah. “Misalnya acara penyambutan tamu-tamu daerah,” ujarnya.

Seni tari itu, menurut Cut, perlu pelatihan secara serius. Sehingga, tari tradisional tidak tergerus gempuran tari kontemporer yang kian berkembang dari waktu ke waktu.

“Komitmen kami mengembangkan seni tradisi,” ujar istri Muhammad Thaib, Bupati Aceh Utara itu.

Kini, seni tradisi dikembangkan dari sudut pendopo itu. Diharapkan, terus mengakar dan kekal sepanjang masa usia bumi. [Kompas]

Related posts