Ketua MPU Banda Aceh: mencegah maksiat harus kompak

Ketua MPU Banda Aceh: mencegah maksiat harus kompak
Ketua MPU Kota Banda Aceh, Tgk. Karim Syeikh. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Mencegah maksiat merupakan kewajiban setiap muslim yang tak boleh ditinggalkan, apalagi bagi seorang pemimpin. Setiap kemungkaran yang terjadi jangan sampai diabaikan karena sikap tak acuh terhadap maksiat sama dengan mengundang murka Allah Swt.

Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh, Tgk Karim Syeikh saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Rabu (9/3) malam.

“Mencegah maksiat yang terjadi di sekitar umat sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, kita jangan abai dan cuek terhadap maksiat yang terjadi. Jika kejahatan sudah meraja lela, maka tunggulah azab Allah‎ kepada semua orang Islam,” ujar Tgk Karim Syeikh.

Ia menjelaskan, kewajiban mencegah maksiat itu dimulai dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga pemimpin.‎ Menurutnya, Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam memerlukan kepaduan dalam mencegah maksiat ini.

“Jangan sampai ada pemimpin yang giat mencegah maksiat, tapi di bawahnya justru cuek tak peduli apa-apa. Begitu juga sebaliknya, ada komponen masyarakat yang terus bergerak melawan kemaksiatan, tapi pemimpin pemerintahannya malam diam saja melihat kemungkaran yang terjadi. Jadi perlu sinergi,” tuturnya.

Ia menegaskan, mencegah kemungkaran itu serupa dengan dokter yang mengobati penyakit kronis, seperti tumor atau kanker. Jika tidak segera ditangani akan semakin parah dan terus menular ke seluruh bagian tubuh.

‎Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry ini menambahkan, ada tiga tingkatan ‎pencegahan maksiat di tengah umat. Pertama, preventif yaitu bagi mereka yang belum kena atau berbuat maksiat seperti kasus LGBT, pergaulan bebas, khalwat, maisir, judi, makan riba dan kemaksiatan lainnya.

Kedua, rehabilitasi kepada mereka yang sudah terkena atau melakukan maksiat.‎ “Berikan bimbingan kepada mereka yang sudah terjerumus dalam maksiat. Perlu ada tempat rehabilitasi bagi mantan pelaku kemaksiatan untuk membina mereka kembali ke jalan yang benar,” sebutnya.

Ia menyatakan tidak cukup hanya dengan menyalahkan para pelaku maksiat itu saja jika tidak diberikan bimbingan agama yang benar setelahnya.

“Saya kadang dongkol karena pelaku maksiat itu tidak diperhatikan pemerintah dengan pembinaan, sehingga mereka tidak kembali ke jalan yang benar dan malah kembali terjerumus dalam kemaksiatan,” terangnya.
Sedangkan tingkatan pencegahan maksiat yang ketiga adalah tindakan hukum misalnya seperti uqubat cambuk. “Ini adalah bagian dari upaya untuk mereka agar bertaubat dan kembali ke jalan Allah,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Karim Syeikh juga mengingatkan para pemimpin di Aceh agar berkomitmen dalam menjalankan syariat Islam.

‎”Harus ada komitmen kuat untuk menegakkan syariat, jangan hanya pada saat mau Pilkada saja baru sibuk dengan syariat Islam untuk kepentingan politiknya,” cetusnya.

Ia menjelaskan tanggung jawab pemimpin ini juga diatur dalam pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan ACEH (UU-PA).

“Pasal itu mengamanahkan pemerintahan di Aceh, baik provinsi maupun kabupaten/kota bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelaksanaan syariat Islam,” sebutnya. [Sammy/rel]

Related posts