Kisah bayi Nurlia meninggal terlilit kabel di RSIA Banda Aceh

Kisah bayi Nurlia meninggal terlilit kabel di RSIA Banda Aceh
NURLIA, 28, warga Blang Oi, Banda Aceh, yang pernah menjadi korban meninggal bayinya di RSIA Banda Aceh.

MENINGGALNYA pasien bersalin atas nama Suryani dan bayinya, warga Lambatee, Aceh Besar, pada 29 Maret 2015 lalu, akibat ditelantarkan, seakan hanya merupakan puncak gunung es dari banyak kasus yang pernah terjadi di Rumah Sakit ibu dan anak (RSIA) Banda Aceh.

Buruknya pelayanan di rumah sakit milik Pemerintah Aceh tersebut, juga diungkap salah seorang warga Blang Oi, Banda Aceh, Jumat (1/4). Dia adalah Nurlaila, 28, mengalami peristiwa pahit, saat bayi yang telah Ia tunggu 8 tahun, meninggal dengan cara tragis, yaitu telilit kabel saat bayinya dirawat di Inkubator RSIA Banda Aceh.

Nurlia menerangkan, peristiwa pahit yang Ia alami beberapa bulan lalu, atau tepatnya pada 5 November 2015, saat Ia harus mengambil jenazah bayi yang Ia telah lama nantikan di rumah sakit tersebut. “Saya telah menunggu bayi itu selama 8 tahun, dan mereka dengan mudah merenggutnya,” kata Nurliah dengan mata berkaca.

Perempuan itu sejenak diam, dan sepertinya Ia teringat peristiwa pahit yang dialaminya, dan bahkan untuk beberapa saat tak satupun kata yang keluar dari mulutnya.

Sambil menyeka bulir air yang keluar dari sudut matanya, wajah perempuan itu kembali tegak, dan sesaat setelah menarik nafas, Ia kembali melanjutkan ceritanya.

Seminggu sebelum melahirkan, lanjutnya, Ia masuk ke RSIA Banda Aceh, akibat pendarahan yang dialaminya, dan saat itu waktu menunjukan pukul 06.00 WIB, namun hingga pukul 11.00 WIB, tak satupun dokter atau perawat yang mendatanginya.

“Akhirnya saya dan suami marah-marah ke bagian perawatan, dan melihat dokter justru sedang asyik ngobrol tanpa memperdulikan keadaan saya saat itu,” katanya.

Usai berobat di RSIA itu, satu minggu kemudian Ia melahirkan di RS Kesdam Banda Aceh, pengalaman buruk berobat di RSIA, membuat dirinya dan suami tidak ingin melahirkan di sana. “Saya melahirkan tanggal 28 Oktober 2015 di RS Kesdam,” jelasnya.

Namun, sambung Nurlia, dikarenakan bayinya lahir dalam keadaan prematur, saat itu semua inkubator yang ada di RS Kesdam penuh, dan akhirnya bayi mungilnya di rujuk ke RSIA Banda Aceh, untuk penanganan lebih lanjut.

Saat di antara ke RSIA Banda Aceh pada 3 November 2015, bayinya dibawa oleh suaminya, adiknya, dan perawat dari RS Kesdam. Dan sementara itu saya tidak bisa mendampingi buah hati kami tersebut, sebab masih di rawat di RS Kesdam.

Nah, kata Nurlia, sehari sebelum anaknya meninggal, suami sempat menjenguk ke RSIA Banda Aceh, dan melihat bayi kami terlilit dengan kabel-kabel, dan saat itu suami memberitahukan hal itu ke perawat, namun tidak ditanggapi, dan perawat mengatakan bahwa itu biar saja urusan mereka. “akhirnya suami saya di usir, namun suami masih sempat memotret kondisi anaknya yang terlilit kabel itu” ungkapnya.

Nah, setelah dirawat dua hari di RSIA Banda Aceh, tepatnya tanggal 5 November 2015, kami ditelpon oleh pihak rumah sakit, di disuruh ambil mayat anak saya karena sudah meninggal. “Mendapat kabar itu, langit seperti runtuh, betapa baru seminggu lalu saya mendekap buah hati yang telah 8 tahun kami nanti tersebut,” tuturnya.

Dan saat mengambil jasad bayinya, lanjut Nurlia, Ia dan suaminya Sugeng mendapatkan pada bagian pusar bayinya terjadi pembusukan, yang merupakan bekas luka akibat infus saat anaknya di rawat didalam inkubator.

“Saat itu saya marah besar, dan mengatakan kepada semua perawat dan dokter disana akan menuntut kejadian ini ke jalur hukum,” ungkap Nurlia.

Namun, setelah memakamkan anak tercintanya itu, Ia dan suaminya mengurungkan niat untuk menuntut RSIA ke jalur hukum, salah satu pertimbangan saat itu, mereka khawatir dituntut balik, apalagi kami menyadari sebagai orang miskin dan lemah, tentu akan mudah dikalahkan nantinya jikapun menuntut. “Kami orang miskin, takut dituntut balik pihak rumah sakit,” terangnya.

Sampai saat ini, Nurlia tidak bisa melupakan peristiwa pahit yang Ia alami tersebut, rasa marah, dendam masih berkecamuk dalam dirinya, walau peristiwa itu sudah berlangsung beberapa bulan, dirinya belum bisa memberi maaf kepada dokter dan perawat yang membuat bayi yang Ia harapkan itu meninggal.  “Saya percaya, Allah akan memberikan balasan yang setimpal pada mereka,” kata Nurlia mengakhiri pembicaraannya. [Saky]

Related posts