Kartini dan perjuangan kaum perempuan

Raden Ajeng Kartini (kanan) bersama saudarinya, Kardinah (tengah), dan Roekmini. (wikipedia.org)

Oleh Rika Wati*

Tanggal 21 April, siapa yang tidak tahu tanggal itu. Apalagi bagi kaum perempuan, pastinya kita para kaum perempuan sangat tahu hari apa itu.

Ya, itu adalah hari lahirnya RA Kartini. Hari lahir Kartini dijadikan pertama kali menjadi hari nasional oleh presiden pertama kita, Soekarno yang diresmikan pada tanggal 2 Mei 1964 berdasarkan Keppres RI No. 108.

Siapa yang tidak mengenal RA Kartini? Mungkin semua orang tahu siapa dia. Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan yang telah memperjuangkan hak-hak kaum perempuan pada masa itu.

Raden Ajeng Kartini merupakan anak perempuan dari Raden Mas Ario Sosroningrat, Bupati Jepara  dan ibunya bernama M.A Ngasirah. R.A Kartini lahir tanggal 21 April 1879 di Jevara, Jawa Tengah. Beliau Merupakan pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kenapa dikatakan demikian? Karena RA Kartini para perempuan bisa memiliki kebebasan. Kebebasan dalam segi apa?

Pada saat itu, budaya patriarki sangat didewakan. Kedudukan  perempuan derajatnya lebih rendah dari kaum laki-laki. Para kaum perempuan tidak boleh melakukan ini dan itu.  Perempuan tidak diperbolehkan sekolah, bekerja, bahkan memilih dan berpendapat. Perempuan seperti “sangkar madu” yang diciptakan oleh kaum laki-laki saat itu.

Dengan keberanian dan tekad yang kuat, Kartini berdiri paling depan demi menyuarakan bahwa para perempuan berhak bebas dan terlepas dari belenggu kaum penjajah. Sebab, tanpa adanya perempuan, suatu negeri tidak akan berdiri. Kenapa? Karena perempuan adalah tiang negara. Perempuan dengan tangan kanannya menggoyang buaian dan tangan kirinya menggoyang dunia. Begitulah ibaratnya.

Bahkan para pengamat berpendapat perempuan adalah keajaiban dunia kedelapan. Begitu luar biasa seorang perempuan. Perempuan juga memiliki hak untuk berpartisipasi dan berkarya seperti halnya dengan laki-laki, dan tidak ada batasan bagi mereka yang ingin berperan di dalam masyarakat. Hanya saja tidak melupakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang perempuan.

Keinginan Kartini memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sangat luar biasa. Karena perjuangan beliau, para kaum perempuan bisa memiliki kebebasan. Yakni, memiliki kebebasan mengenyam pendidikan, kebebasan bekerja, memiliki jabatan, bahkan kebebasan memilih dan berpendapat.

Perjuangan beliau bukan hanya sampai di situ, Kartini juga membangun sebuah sekolah untuk kaum perempuan saat itu. Dan  keinginannya untuk membangun sekolah disetujui oleh suaminya yang bernama Djojo Adiningrat.

Namun, takdir tidak berpihak kepada beliau. Kartini menghembuskan nafas terakhirnya beberapa hari setelah melahirkan anak pertama dan terakhirnya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat tanggal 13 September 1904. Beliau wafat berusia 25 tahun pada tanggal 17 September 1904. Ia dimakamkan di Desa Bulu, 17 km dari Kota Rembang.

Dan semasa hidup Kartini, ia sering menulis dan berkirim surat dengan rekan-rekannya di Belanda, termasuk Snouck Hurgronje tahun 1911. Semua surat-surat yang ditulis oleh beliau dikumpulkan menjadi satu dan diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. []

*Penulis adalah mahasiswa FKIP PGSD Unsyiah

Related posts