Aktivis gelar aksi peringati 13 tahun Darurat Militer di Aceh

Aksi demonstrasi memperingati 13 tahun ditetapkannya Aceh sebagai daerah Darurat Militer (DM) di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Kamis (19/5). (Kanal Aceh/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pengungkapan Kebenaran yang merupakan kumpulan berbagai LSM di Aceh melakukan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati 13 tahun ditetapkannya Aceh sebagai daerah Darurat Militer (DM) dengan tema Masih Ingat Mei di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Kamis (19/5).

Para demonstran dalam aksi yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB ini turut membawa sejumlah poster dan spanduk bertuliskan seperti  “13 tahun Darurat Militer”, “Negara harus bertanggung jawab,” “Korban butuh kebenaran 13 Mei 2013 Darurat militer Aceh” dan poster lainnya.

Koordinator aksi, Hendra Saputra mengatakan, pasca-perdamaian, Aceh belum dibarengi dengan pemenuhan hak terhadap korban pelanggaran HAM di masa lalu. “Bulan Mei adalah bulan penuh dengan peringatan terkait dengan kejadian masa lalu, khususnya terkait dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi akibat konflik Aceh dan juga penerapan Aceh sebagai daerah Darurat Militer,” ujarnya.

Aceh ditetapkan sebagai daerah DM pada tanggal 19 Mei 2003 di mana Presiden Indonesia saat itu, Megawati memberikan izin pelaksanaan DM di Aceh selama 6 bulan melalui Keppres Nomor 28 Tahun 2003 dengan mengirimkan 30.000 pasukan militer dan 12.000 polisi bertugas di Aceh dengan pemegang komandan utama di Aceh saat itu penguasa DM di bawah Kodam Iskandar Muda.

“Selain itu, juga diterapkan penggunaan KTP baru yang dikenal dengan KTP Merah Putih yang harus dibawa oleh semua penduduk Aceh dan juga penempatan beberapa camat di daerah basis konflik dari pihak TNI,” kata Hendra.

Organisasi masyarakat sipil, kata Hendra, diperintahkan untuk menghentikan operasinya dan meninggalkan wilayah Aceh. “Pemberitaan wartawan juga diseleksi oleh media center PDMD dan dilarang memberitakan ihwal dari kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM),” sebutnya.

Hendra menyebutkan, akibat penerapan DM di Aceh, berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi baik itu berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan orang secara paksa, pelecehan seksual, pemerkosaan dan pengangkapan tanpa proses hukum.

“Selain melakukan penyerangan terhadap kelompok GAM, DM juga membentuk front-front masyarakat sipil untuk melakukan perlawanan terhadap GAM dengan cara melakukan ikrar kesetiaan kepada NKRI.”

Ia menambahkan, selain menimbulkan korban pelanggaran HAM akibat penerapan DM di Aceh, penerapan DM juga menelan begitu banyak anggaran negara yang hingga saat ini tak pernah diaudit penggunaannya.

“Seharusnya penggunaan dana perang tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitas dan transparansinya,” kata Hendra. [Fahzian Aldevan]

Related posts