KPK pertanyakan perjanjian Ahok soal kontribusi tambahan

Ketua KPK, Agus Raharjo (baju batik). (Antara Foto)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan perjanjian yang dilakukan oleh Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dengan perusahaan-perusahaan pengembang reklamasi terkait kontribusi tambahan.

Sebab, payung hukum mengenai besaran kontribusi tambahan sebesar 15 persen itu dituangkan dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang hingga saat ini belum disahkan.

“Kalau tidak ada peraturannya, berarti kita tanda tanya besar dong. Peraturannya harus disiapkan dulu,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5).

Mengenai alasan Ahok bahwa perjanjian tersebut didasari oleh hak diskresi gubernur, Agus mengingatkan, ada aturan yang mengatur dalam pemberian hak tersebut. Menurut Agus, semua tindakan yang dilakukan seorang birokrat, seharusnya mempunyai dasar hukum.

“Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat, bertindak sesuatu tanpa ada acuan perundang-undangannya, itu kan tidak boleh,” ujarnya.

Perjanjian tersebut, kata Agus, baru dilakukan setelah Raperda itu telah disahkan. “Itu sempurnanya begitu,” katanya.

Seperti diketahui, saat ini, pihak KPK tengah mengembangkan kasus dugaan suap pembahasan Raperda mengenai reklamasi yang telah menjerat sejumlah orang itu.

Salah satu yang tengah ditelisik KPK adalah dugaan terjadinya barter antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan pengembang reklamasi.

Dugaan barter itu terkait dana kontribusi tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pengembang reklamasi.

Perusahaan pengembang reklamasi diduga diminta untuk membayar kontribusi tambahan di muka. Salah satunya dengan membiayai proyek-proyek pemerintah.

Biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut nantinya akan dikonversi ke dalam tambahan kontribusi 15 persen yang harus dibayarkan.

Menurut Agus, pihaknya tengah menyelidiki dugaan tersebut. Salah satu yang tengah ditelisik adalah mengenai payung hukum dalam dugaan barter tersebut.

Lantaran saat ini Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang memuat mengenai tambahan kontribusi 15 persen itu belum disahkan karena pembahasannya mandek. [Viva]

Related posts