MPU Banda Aceh gelar muzakarah pasar islami

Muzakarah pasar islami di Gedung Sekretariat MPU Banda Aceh, Selasa (24/5). (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh menggelar muzakarah untuk membahas pasar islami dan berbagai isu terkait peran pemerintah dalam penetapan mekanisme pasar yang syar’i di Gedung Sekretariat MPU Banda Aceh, Selasa (24/5).

Pesertanya berjumlah 50 orang yang terdiri dari unsur MPU, perwakilan lintas SKPK, dan sejumlah perwakilan pedagang dari Pasar Aceh, Pasar Peunayong, Pasar Seutui, dan Pasar Kampung Baru.

Saifullah selaku ketua panitia pelaksana menyebutkan, para peserta dalam muzakarah tersebut akan saling berbagi pendapat soal pasar islami dengan tiga topik pembahasan, yakni penentuan harga barang dan jasa menurut fiqih iqtishad, kewenangan pemerintah dalam penentuan dan pengawasan harga barang dan jasa.

“Juga akan dibahas mengenai praktik ghahar dalam transaksi jual beli kontemporer. Narasumber utamanya Dr Nazaruddin, Kadisperindag Aceh, dan Dr Abdul Jabbar Sabil,” sebutnya.

Ketua MPU Banda Aceh, A Karim Syekh menyebutkan ajaran Islam bersifat universal dan mencakup semua aspek kehidupan manusia.

“Ajaran Islam juga sangat sempurna dan dinamis di samping hal-hal yang absolut atau mutlak. Dalam hal muamalah, Islam mengatur seluruh perilaku manusia termasuk aturan soal pasar dan mekanismenya. Kedudukan pasar dalam masyarakat Islam begitu penting, dan atensi Islam terkait jual beli ditegaskan Allah Swt dalam QS Al-Baqarah ayat 275,” ungkapnya.

Menurutnya, dengan mengemban visi model kota madani, sudah sepatutnya pemerintah tidak hanya membenahi pasar secara fungsinya saja, tetapi juga soal aturan dan norma yang mengatur aktivitas pasar.

“Serta menangani berbagai permasalahan yang kerap terjadi guna mewujudkan pasar yang syar’i di Banda Aceh,” katanya.

Sejumlah permasalahan yang masih kerap terjadi di pasar, sambungya, mulai dari kecurangan timbangan yang dilakukan oleh sebagian pelaku pasar, tidak ada patokan harga yang sama pada barang yang sejenis, tidak tersedia label harga, hingga aksi penimbunan barang.

“Begitu pula hingga kini masih dapat kita ditemui patung-patung di toko pakaian yang berbalut busana ketat. Belum lagi laporan soal pelanggaran asusila (pelecehan) yang dialami oleh para pembeli wanita, termasuk penggunaan zat-zat berbahaya pada makanan dan minuman serta buah-buahan dan sayuran,” ungkapnya.

Mengingat kompleksnya permasalahan yang terjadi, pihaknya berinisiatif menggelar muzakarah pasar islami. “Kami berharap perumusan hasil muzakarah nantinya dapat dibahas lebih mendalam dan menjadi bahan masukan bagi MPU yang kemudian kita sampaikan kepada pemerintah untuk segera ditindaklanjuti,” katanya. [Fahzian Aldevan]

Related posts