Dugaan suap anggota DPRD, KPK periksa Wakil Wali Kota Medan

Ilustrasi - gedung KPK. (Merdeka)

Medan (KANALACEH.COM) – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi HN Christiaan dan timnya, Kamis (23/6/2016), memeriksa Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution sebagai saksi atas dugaan suap kepada tujuh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Akhyar datang menggunakan mobil dinas Kijang Innova BK 2 I. Seusai memenuhi panggilan penyidik, kepada wartawan Akhyar mengaku diperiksa selaku staf ahli panitia khusus (pansus) pembahasan Laporan Keuangan dan Pertanggungjawaban (LKPJ) DPRD periode 2009-2014.

Sebelum menjadi Wakil Wali Kota Medan, Akhyar sempat menjabat sebagai staf ahli di Pansus LKPJ periode Januari sampai Agustus 2015.

“Saya diperiksa sebagai saksi selaku staf ahli. Saya ditanyai sekitar 16 pertanyaan, tentang tugas dan fungsi tenaga ahli. APBD saya belum sempat bahas, sudah mengundurkan diri,” kata Akhyar, Kamis (23/6).

Hari ini memasuki hari keempat pemeriksaan saksi-saksi atas kasus tersebut.

Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, setiap hari mereka memeriksa 28 sampai 29 saksi. Beberapa di antaranya pengusaha dan anggota DPRD Sumut aktif periode 2014-2019.

Selain Akhyar, di waktu yang sama juga datang memberikan kesaksian adalah H Anif Shah dan anaknya Musa Rajek Shah alias Ijek.

KPK telah menetapkan tujuh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka kasus tersebut.

Ketujuh tersangka itu adalah yaitu Muhammad Affan, Budiman Nadapdap, Guntur Manurung, Zulkifli Efendi Siregar, Bustami, Zulkifli Husein, dan Parluhutan Siregar.

Penyidik KPK menyangka mereka menerima hadiah atau janji dari mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Mereka diduga menyetujui laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012, menyetujui perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut tahun 2013, mengesahkan APBD Sumut tahun 2014 dan 2015, menyetujui laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut 2014, dan menolak penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Sumut pada 2015.

Ketujuh tersangka dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [Kompas]

Related posts