Banyak bupati belum serahkan Data Izin Tambang ke gubernur

Koordinator Sumber Daya Alam Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, Dian Patria. (Kompas)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih banyak bupati yang tidak koperatif untuk menyerahkan data Izin Usaha Pertambangan di wilayahnya kepada gubernur. Hal tersebut menyebabkan proses evaluasi IUP berjalan lambat.

Koordinator Tim Sumber Daya Alam Direktorat Litbang KPK, Dian Patria mengatakan, para bupati acap kali menjadikan buruknya dokumentasi dan tumpang tindihnya kebijakan sebagai alasan untuk menunda penyerahan IUP di wilayahnya.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi dan Penerbitan IUP Sektor Minerba memerintahkan gubernur untuk mengevaluasi IUP di wilayahnya paling lambat 90 hari sejak serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D).

“Masih banyak bupati yang tidak menyerahkan data izin pertambangan terkininya kepada gubernur. Sehingga gubernur tidak bisa serta merta melaksanakan kewenangan tersebut,” ujar Dian di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (30/8).

Meski demikian, terkait hal tersebut Dian mengingatkan, Gubernur masih punya waktu hingga 2 Oktober 2016 untuk menagih data dari para Bupati.

Rentang waktu tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memerintahkan serah terima P3D harus selesai dalam dua tahun sejak beleid itu diundangkan.

“Jadi jika tidak dipenuhi sekitar tiga sampai empat ribu Izin Usaha Pertambangan Non Clear and Clear bisa dicabut,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Nasional Publish What Your Pay Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, pemerintah harus segera merevitalisasi dan mengembangkan database perizinan yang terintegrasi dengan kebijakan satu peta secara nasional dan sistem monitoring penerimaan negara.

Menurutnya, langkah itu akan mempermudah proses pengawasan setiap Izin Usaha Pertambangan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah provinsi.

“Sistem yang terintegritas juga mempermudah pemantauan kepatuhan pembayaran penerimaan negara dan evaluasi antar instansi terkait,” ujarnya.

Selain itu, ia berpendapat, pengembangan perbaikan mekanisme perizinan sektor pertambangan minerba di pusat dan daerah juga diperlukan.

Perbaikan mekanisme perizinan diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas, tranparansi, kesadaran dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial para pejabat dan pelaku usaha pertambangan.

Data rekonsiliasi Koordinasi Supervisi KPK dengan Kementerian ESDM per April 2016 menujukkan ada 3.982 IUP Non Clean and Clear. IUP Non C&C paling banyak berada di kawasan Kalimantan, yaitu sebanyak 1.320. [CNN Indonesia]

Related posts