Pengamat: Salah kaprah bandingkan harga rokok di Indonesia dengan Singapura

Produk Nicotine-Replacement-Therapy (NRT). (Mypeaklife.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Isu rokok mahal yang sempat ramai diperbincangkan belum lama ini disebut Pengamat Ekonomi dan Hukum Gabriel Mahal sebagai cara industri farmasi memenangkan persaingan bisnis.

Gabriel menyebut produsen produk kesehatan Nicotine Replacement Therapy (NRT) atau Terapi Pengganti Nikotin, melakukan kampanye agar pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sehingga harganya relatif sama dengan produk NRT tersebut.

“Ini semua berawal dari agenda global yang didorong industri farmasi. Kelompok anti tembakau ingin supaya harga rokok bisa mendekati produk NRT yang saat ini dijual di kisaran Rp58 ribu, sehingga produk itu bisa kompetitif dengan harga rokok,” ujar Gabriel, Selasa (30/8).

Ia menilai, salah kaprah jika kemudian harga rokok di Indonesia dibandingkan dengan Singapura yang tidak memiliki kepentingan apapun terhadap tembakau apalagi negara itu juga tidak punya petani tembakau.

Menurutnya, meski tak punya kepentingan terhadap tembakau, di Singapura dan Jepang, pemerintahnya menyediakan fasilitas tempat khusus untuk perokok. Sementara di Indonesia, industri hasil tembakau dipojokkan.

“Kampanye negatif terhadap tembakau ini semata kepentingan bisnis nikotin sintesis dengan dukungan perusahaan farmasi,” tandasnya.

Isu lain yang diembuskan kelompok anti tembakau menurutnya adalah terus mendorong pemerintah untuk meratifikasi FCTC. Di mana dalam regulasi FCTC, ada keharusan pemerintah untuk mensubstitusi produk nikotin sintesis untuk terapi berhenti merokok.

“Jika FCTC diratifikasi, maka mau tidak mau ada keharusan impor NRT sehingga Indonesia berubah menjadi importir,” tandasnya.

Ia mempertanyakan apakah pemerintah kemudian bersedia menyingkirkan rantai produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) yang melibatkan petani tembakau, cengkeh dan ribuan pekerja demi kepentingan perusahaan farmasi internasional tersebut. [CNN Indonesia]

Related posts